HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP)
PADA PROSES PENGOLAHAN DENDENG BASAH
DI JASABOGA X KOTA BENGKULU
Lamsegar Gultom 1 , Agus Widada 2 , Aplina Kartika Sari 3
1 Mahasiswa Jurusan Analis Kesehatan
2 Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan
3 Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan
Penelitian Poltekkes Kemenkes Bengkulu, Prodi D III Kesehatan Lingkungan
Poltekkes Kemenkes Bengkulu, Prodi D III Kesehatan Lingkungan
ABSTRAK
Kata Kunci : HACCP, Pengolahan Dendeng Basah, Jasaboga
Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP ) didasarkan pada ilmu pengetahuan dan sistematika dalam mengidentifikasi bahaya yang mungkin dapat terjadi pada tahapan pengolahan makanan dan tindakan pengendalian ditempatkan untuk mencegah munculnya hazard tersebut. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada proses pengolahan dendeng basah di jasaboga X Kota Bengkulu.
Jenis penelitian deskriptif yaitu mengidentifikasi dan memperoleh gambaran untuk menentukan analisis bahaya dan titik kendali kritis proses pengolahan dendeng basah dari awal sampai akhir di jasaboga X Kota Bengkulu. Sampel proses pengolahan makanan dendeng basah dari bahan baku sampai makanan jadi siap disajikan. Analisis univariat
Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan identifikasi bahaya pada bahan baku terdapat bahaya fisik, kimia dan biologi dengan kategori resiko 0, III dan I, sedangkan dalam tahapan proses pengolahan dendeng basah terdapat bahaya fisik dan biologi pada setiap tahapan proses. Berdasarkan analisis critical control point (CCP) terdapat 8 CCP yaitu: penerimaan, pencucian, penggorengan sambal, pengungkepan daging, pencucian daging, penumisan daging, penyimpanan, penyatuan daging dan sambal. Disarankan bagi pemilik jasaboga X agar karyawan penjamah makanan melakukan cek kesehatan secara berkala, pencucian daging setelah pengungkepan menggunakan air bersih yang sudah dimasak. Sebaiknya daging disimpan dalam frezeer.
ABSTRACT
Keywords:HACCP,
Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) based on science and systematic in identifying hazards that may occur in stages of food processing and control measures in place to prevent the emergence of the hazard. The research objective was to determine the Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) in the processing of wet jerky in catering X Bengkulu City.
Type a descriptive study is to identify and obtain a description to determine the hazard analysis and critical control point jerky wet processing from start to finish in Catering X Bengkulu City. Sample the food processing wet jerky from raw materials to processed food ready to be served. univariate analysis.
The results showed that the hazard identification based on the raw material there is a danger of physical, chemical and biological risk category 0, III and I, while in wet jerky step in the process are the physical and biological hazards at every stage of the process. Based on the analysis critical control point (CCP) there are 8 CCPs are: reception, washing, frying chili, disclosure meat, washing meat, meat saute stir, storage, unification of meat and sauce. It is advisable for owners Catering X that food handlers employee health checks regularly, wash the meat after disclosure using clean water that is already cooked. The meat should be stored in frezeer.
Pendahuluan
Penyakit bawaan makanan merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat yang paling banyak dan paling membebani yang pernah dijumpai di zaman modern ini. Penyakit tersebut menimbulkan banyak korban dalam kehidupan manusia dan menyebabkan sejumlah besar penderitaan, khususnya di kalangan bayi, anak, lansia dan mereka yang kekebalan tubuhnya terganggu. Sejumlah survei terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit bawaan makanan yang berjangkit di seluruh dunia memperlihatkan bahwa sebagian besar kasus penyakit bawaan makanan terjadi akibat kesalahan penanganan pada saat penyiapan makanan tersebut baik di rumah, jasa Catering, kantin Rumah Sakit, Sekolah atau di pangkalan Militer atau pada saat jamuan makan atau pesta (WHO, 2006).
Survei yang dilakukan pada tanggal 29 Januari – 06 Febuari 2016, hasil wawancara dengan pemilik Catering serta pengamatan yang dilakukan peneliti. Dilihat dari higiene sanitasi penjamah pengolahan makanan masih belum memenuhi syarat kesehatan sesuai standar Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011, Tentang Higiene sanitasi jasaboga. Tenaga/karyawan pengolah makanan tidak memiliki sertifikat kursus higiene sanitasi makanan, tidak memiliki surat keterangan sehat dari dokter, pada proses pengolahan makanan tenaga penjamah makanan tidak memakai celemek dan sarung tangan plastik sekali pakai, dan masih kurangnya pengetahuan tenaga kerja terhadap Pola Hidup Bersih Sehat yaitu selalu mencuci tangan sebelum berkerja/menjamah makanan dan setelah keluar dari kamar kecil. Pada proses pengolahan dendeng basah, dendeng basah dimasak sehari sebelum pesta, tempat penyimpanan dendeng basah diletakkan didalam baskom dan ditutup kertas koran/tampan, pada proses pencucian dendeng tidak dicuci di air mengalir setelah itu disaring menggunakan wadah keranjang dan diletakkan dilantai yang basah dan sedikit kotor. Sehingga dapat menyebabkan kontaminasi fisik maupun biologi terhadap makanan yang diolah.
Daging merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroba karena: memiliki kadar air yang tinggi (68,75%), kaya akan zat yang mengandung nitrogen, kaya akan mineral untuk pertumbuhan mikroba dan mengandung mikroba yang menguntungkan bagi mikroba lain (Betty dan Yendri, 2007). Perlakuan ternak sebelum pemotongan akan berpengaruh terhadap jumlah mikroba yang terdapat dalam daging. Ternak yang baru diangkut dari tempat lain hendaknya tidak dipotong sebelum cukup istirahat, karena akan meningkatkan jumlah bakteri dalam daging dibandingkan dengan ternak yang masa istirahatnya cukup. Daging yang tercemar mikroba melebihi ambang batas akan menjadi berlendir, berjamur, daya simpannya menurun, berbau busuk, rasa tidak enak, dan menyebabkan gangguan kesehatan bila dikonsumsi (Djaafar dan Rahayu, 2007). Mikroba yang dapat mencemari daging antara lain adalah Salmonella sp., E. coli, Coliform, Staphylococcus sp., dan Pseudomonas.
Berdasarkan masalah tersebut peneliti ingin melakukan analisis HACCP pada jasaboga X Kota Bengkulu untuk menentukan analisis bahaya dan titik kendali kritis pada proses pengolahan dendeng basa
1. Jenis penelitian dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif yaitu mengidentifikasi dan memperoleh gambaran untuk menentukan analisis bahaya dan titik kendali kritis proses pengolahan dendeng basah dari awal sampai akhir di jasaboga X Kota Bengkulu. Obyek penelitian ini adalah proses pengelolaan dendeng basah dari penerimaan bahan baku sampai makanan jadi siap disajikan. sedangkan sampelnya adalah makanan dendeng basah. Waktu penelitian dilakukan pada bulan 24 Maret – 24 April 2016. Penelitian ini telah dilaksanakan di Jasaboga X Kota
2. Hasil dan pembahasan
Hasil
1. Analisis Deskripsi Produk dan Diagram Alir pada Proses Pengolahan Dendeng Basah di Jasaboga X Kota Bengkulu
a. Deskripsi Produk
Tabel 4.1
Deskripsi Produk Dendeng Basah
Kriteria |
Keterangan |
Nama produk |
Dendeng basah |
Kategori proses |
Pemasakkan penuh ( fully cooked) |
Komposisi |
Bahan baku utama: daging, cabai, bawang putih, bawang merah Bahan baku tambahan: garam, gula, penyedap rasa, minyak manis, cuka makanan, daun salam, merica, ketumbar |
Karakteristik produk |
Berbentuk segi empat, dengan ketebalan 1 cm, berwarna coklat merah, rasa khas daging sambal |
Umur simpan |
1 x 24 jam pada suhu -10 didalam frezeer, selama 7 jam dalam suhu ruang |
Kondisi penyimpanan |
Suhu ruang 25 -30 |
Distribusi |
Pendistribusian menggunakan mobil box terbuka |
Penyajian |
Prasmanan |
Konsumen |
Masyarakat umum |
Alat |
Wajan, sendok kayu, baskom, keranjang plastik, sendok stainless steel, box plastik, kompor |
Keterangan: : Kontaminasi dari makanan atau air itu sendiri : Kontaminasi dari tenaga penjamah : Kontaminasi dari permukaan dan alat yang digunakan : Penghancuran Bakteri jika direbus/dimasak : Pertumbuhan Bakteri tidak mungkin terjadi : Kemungkinan penggandaan Bakteri : Kemungkinan bertah hidupnya mikroorganisme |
Garam, gula, penyedap rasa, minyak manis, cuka makanan, merica, ketumbar |
Daging
|
cabai, bawang putih, bawang merah, daun salam, serai
|
Penerimaan bahan baku |
Penyeleksian Pengupasan |
Pencucian |
Pencucian daging |
Penggilingan /diblender |
Penirisan |
Pengungkepan daging |
Pencucian daging Setelah Pengungkepan |
Air
|
Garam, gula, penyedap rasa, minyak manis |
Garam, gula, penyedap rasa, cuka makanan, merica, ketumbar |
Garam, gula, penyedap rasa, minyak manis |
Air
|
Air
|
CCP 1 |
CCP 1 |
CCP 2 |
CCP 1 |
CCP 2 |
Penirisan |
CCP 2 |
Penumisan daging 30 menit |
CCP 2 |
Pemasakan sambal |
Pewadahan
|
Pendistribusian |
Penyatuan daging dan sambal
|
Penyimpanan daging dan sambal |
Keterangan: 1. CCP 1 = mencegah atau menghilangkan 2. CCP 2 = mengurangi bahaya |
CCP 1 |
Penyajian
|
Gambar 4.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Dendeng Basah
2. Analisis bahaya dan penetapan resiko pada proses pengolahan dendeng basah di jasaboga X Kota Bengkulu.
Tabel 4.2
Identifikasi Bahaya pada Bahan Mentah
No |
Bahan Mentah |
Jenis Bahaya |
|
|
|||
1. |
Daging
|
F : Kotoran yang menempel saat pemotongan dan terdapat beberapa bulu yang menempel didaging. B : Mikroba patogen ( salmonella dan E. Coli ) |
|
2. |
Cabai |
F : sisa batang yang diujung buah. B : B. Cereus. K : Pestisida |
|
3. |
Bawang putih |
F : sisa kulit bawang . B : B. Cereus. K : Pestisida |
|
4. |
Bawang merah |
F : sisa kulit bawang . B : B. Cereus. K : Pestisida |
|
5. |
Air |
B : E. Coli. K : Fe, Mn |
|
5. |
Garam |
F : batu/krikil |
|
6. |
Gula |
F : krikil |
|
7. |
Penyedap rasa |
Kimia |
|
8. |
Minyak goreng |
- |
|
9. |
Cuka makanan |
Kimia |
|
10. |
Daun salam |
F: tanah/debu |
|
11. |
Merica |
- |
|
12. |
Ketumbar |
- |
|
13. |
Serai |
F: tanah |
|
Keteranagn: B/M: bahaya biologis/ mikroba, F: bahaya fisik , K: bahaya kimia
Berdasarkan tabel 4.2 bahan baku dalam pembuatan dendeng basah terdapat bahaya yang teridentifikasi yaitu fisik, kimia dan biologi/mikroba yang mungkin terkandung didalam bahan baku
Tabel 4.3
Penetapan Kelompok Bahaya dan Kategori Resiko Bahan Baku
No |
Bahan Baku |
Kelompok Bahaya |
Kategori Resiko |
|||||
A |
B |
C |
D |
E |
F |
|||
1. |
Daging |
- |
+ |
- |
+ |
+ |
- |
III |
2. |
Cabai |
- |
+ |
- |
- |
- |
- |
I |
3. |
Bawang putih |
- |
+ |
- |
- |
- |
- |
I |
4. |
Bawang merah |
- |
+ |
- |
- |
- |
- |
I |
5. |
Air |
- |
+ |
- |
- |
- |
- |
III |
5. |
Garam |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
0 |
6. |
Gula |
- |
+ |
- |
- |
- |
- |
I |
7. |
Penyedap rasa |
- |
+ |
- |
- |
- |
- |
I |
8. |
Minyak goreng |
- |
+ |
- |
- |
- |
- |
I |
9. |
Cuka makanan |
- |
+ |
- |
- |
- |
- |
I |
10. |
Daun salam |
- |
+ |
- |
- |
- |
- |
I |
11. |
Merica |
- |
+ |
- |
- |
- |
- |
I |
12. |
Ketumbar |
- |
+ |
- |
- |
- |
- |
I |
13. |
Serai |
- |
+ |
- |
- |
- |
- |
I |
Keterangan : (+) = memiliki bahaya
(-) = tidak memiliki bahaya
Berdasarkan tabel 4.3 pada bahan baku dendeng basah terdapat kelompok bahaya B, D dan E pada bahan baku daging dan air dengan kategori resiko III.
Tabel 4.4
Identifikasi Bahaya pada Proses Pengolahan Dendeng Basah
No |
Proses pengolahan |
Jenis Bahaya |
1. |
Penerimaan |
F : Kotoran seperti tanah, krikil, debu. B : E. Coli, Salmonella, B. Cereus. K : Pestisida |
2. |
Pencucian |
B : Air yang digunakan, Kontaminasi tangan Penjamah |
3. |
Penirisan |
F : Kotoran dilantai yang becek/basah. B : Kontaminasi tangan penjamah |
4. |
Penggilingan cabai,bawang putih dan bawang merah |
B : Kontaminasi tangan penjamah. F : Debu, air yang digunakan |
5. |
Pemasakan sambal |
F : Debu, pada saat memasak penjamah pengolah makanan menyapu disekitar tempat masak, rambut karena karyawan tidak menggunakan penutup kepala, sarung tangan dan masker. |
6. |
Pengungkepan daging |
F : Debu, pada saat memasak penjamah pengolah makanan menyapu disekitar tempat masak B: Kontaminasi tangan penjamah |
7. |
Pencucian daging Setelah pengungkepan |
B : Kontaminasi tangan penjamah, F : Sumber air kemungkinan tercemar E. Coli |
8. |
Penirisan daging |
B : Kontaminasi tangan penjamah, F : Kotoran yang ada ditempat penirisan yaitu lantai yang becek dan basah. Wadah tempat penirisan |
9. |
Penumisan daging |
B : Kontaminasi tangan penjamah, debu dan keringat pekerja |
10. |
Penyimpanan |
F : Tempat penyimpanan yang kurang bersih. B : Tidak disimpan dilemari pendingin, kemungkinan bakteri dapat tumbuh |
11. |
Penyatuan daging dan sambal |
B : Kontaminasi tangan penjamah, suhu dan waktu pemasakan tidak cukup. Karyawan tidak menggunakan penutup kepala, sarung tangan dan masker |
12. |
Pewadahan |
F : Debu,wadah yang digunakan tidak dicuci, hanya dilap B : Total kuman alat makan |
13 |
Pendistribusian |
F : Debu karena mobil box terbuka, tempat yang kurang bersih dan lamanya pendistribusian |
14. |
Penyajian |
F : Lingkungan tempat penyajian yang kurang bersih |
Keteranagn: B/M: bahaya biologis/ mikroba, F: bahaya fisik , K: bahaya kimia.
3. Penetapan Critical Control Point (CCP) pada Proses Pengolahan Dendeng Basah di Jasaboga X Kota Bengkulu
Tabel 4.5
Penetapan CCP Menurut Pohon Keputusan untuk Bahan Baku
No |
Bahan Baku |
P1 |
P2 |
P3 |
Keterangan |
1 |
Daging |
Ya |
Ya |
Tidak |
CCP |
2 |
Cabai |
Ya |
Ya |
Tidak |
Bukan CCP |
3 |
Bawang putih |
Ya |
Ya |
Tidak |
Bukan CCP |
4 |
Bawang merah |
Ya |
Ya |
Tidak |
Bukan CCP |
5. |
Air |
Ya |
Ya |
Tidak |
CCP |
6. |
Garam |
Ya |
Ya |
Tidak |
Bukan CCP |
7. |
Gula |
Ya |
ya |
Tidak |
Bukan CCP |
8. |
Penyedap rasa |
Ya |
Ya |
Tidak |
Bukan CCP |
9. |
Minyak goreng |
Ya |
Ya |
Tidak |
Bukan CCP |
10. |
Cuka makanan |
Ya |
Ya |
Tidak |
Bukan CCP |
12. |
Daun salam |
Ya |
Ya |
Tidak |
Bukan CCP |
13. |
Merica |
Ya |
Ya |
Tidak |
Bukan CCP |
14. |
Ketumbar |
Ya |
Ya |
Tidak |
Bukan CCP |
15. |
Serai |
Ya |
Ya |
Tidak |
Bukan CCP |
Berdasarkan tabel 4.5 pohon keputusan penetapan CCP untuk bahan baku diatas terdapat 2 CCP bahan baku daging dan air yang digunakan.
Tabel 4.6
Penetapan CCP Menurut Pohon Keputusan
untuk Proses Pengolahan Dendeng Basah
No. |
Tahapan Proses |
P1 |
P2 |
P3 |
P4 |
P5 |
Keterangan |
1. |
Penerimaan |
Ya |
Ya |
Tidak |
Ya |
Tidak |
CCP |
2. |
Pencucian |
Ya |
Ya |
Tidak |
Ya |
Tidak |
CCP |
3. |
Penirisan |
Ya |
Tidak |
- |
- |
- |
Bukan CCP |
4. |
Penggilingan cabai,bawang putih dan bawang merah |
Ya |
Tidak |
- |
- |
- |
Bukan CCP |
5. |
Pemasakan sambal |
Ya |
Ya |
Ya |
- |
- |
CCP |
6. |
Pengungkepan daging |
Ya |
Ya |
Ya |
- |
- |
CCP |
7. |
Pencucian daging setelah diungkep |
Ya |
Ya |
Tidak |
Ya |
Tidak |
CCP |
8. |
Penirisan daging |
Ya |
Tidak |
- |
- |
- |
BukanCCP |
9. |
Penumisan daging |
Ya |
Ya |
Ya |
- |
- |
CCP |
10. |
Penyimpanan |
Ya |
Ya |
Tidak |
Ya |
Tidak |
CCP |
11. |
Penyatuan daging dan Sambal |
Ya |
Ya |
Ya |
- |
- |
CCP |
12. |
Pewadahan |
Ya |
Tidak |
- |
- |
- |
Bukan CCP |
13. |
Pendistribusian |
Ya |
Tidak |
- |
- |
- |
Bukan CCP |
14. |
Penyajian |
Ya |
Tidak |
- |
- |
- |
Bukan CCP |
Keteranagn:
P1 : Apakah terdapat bahaya pada tahap/proses ini?
Ya : P2, Tidak : Bukan CCP
P2 :Apakah ada tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya tersebut? Ya : P3, Tidak : Bukan CCP
P3 : Apakah proses ini dirancang khusus untuk menghilangkanmengurangi bahaya sampai aman ? Ya : CCP, Tidak : P4
P4 : Apakah bahaya bisa meningkat sampai batas tidak aman?
Ya : P5, Tidak : Bukan CCP
P5 : Apahak proses selanjutnya dapat dapat menghilangkan/ mengurangi bahaya? Ya : Bukan CCP, Tidak : CCP
Berdasarkan tabel pohon keputusan untuk penetapan CCP pada proses pengolahan dendeng basah diatas terdapat 8 tahapan proses yang memiliki CCP yaitu pada tahapan proses penerimaan, pencucian , pemasakan sambal, pengungkepan daging, pencucian daging setelah pengungkepan, penumisan daging, penyimpanan dan penyatuan daging dan sambal.
Tabel 4.7 HACCP Pada Proses Pengolahan Dendeng Basah berdasarkan 7 prinsip HACCP
Tahapan proses CCP |
Prinsip 1: Jenis Bahaya |
Prinsip 3: Batas kritis |
Prinsip 4: Prosedur Pemantauan |
Prinsip 5: Tindakan koreksi |
Prinsip 6: Verifikasi |
Prinsip 7: Dokumentasi |
|||
What |
How |
When |
Who |
||||||
Penerimaan |
Fisik: kotoran seperti debu, tanah, krikil Biologi: E. Coli, salmonella, B. Cereus Kimia :Pestisida |
Tidak ada kotoran pada bahan, bahan tidak rusak, bahan baku berkualitas baik |
Kotoran pada bahan |
Pemeriksaan visual terhadap bahan yang Diterima |
Setiap penerima an |
Personil penerima |
Bahan yang berkualitas buruk atau rusak dikembalikan kepada pemasok. Komplain kepada produsen (supplier),
|
Pengecekan penerimaan bahan baku dan persiapan bahan baku |
Pendokumentasian kegiatan penerimaan bahan baku |
Pencucian |
Biologi |
Mencuci bahan baku dengan air mengalir, air bersih yang digunakan tidak tercemar E. Coli |
Air yang digunakan Kontaminasi tangan pekerja |
Pencucian bahan baku dengan air mengalir, pemeriksaan kualitas air bersih |
Selama Proses pencucian
|
Personil Pencucian |
Jika ditemukan kotoran pada bahan dicuci lagi sampai bersih dengan air mengalir. |
Pengecekan proses pencucian bahan dan Kualitas air bersih |
Pendokumentasian pencucian bahan baku |
Pemasakan sambal |
Fisik: Debu, rambut |
Suhu 72 , 30 menit Tidak melakukan aktifitas menyapu saat memasak |
Debu |
Monitor suhu dan waktu. Menjaga kebersihan lingkungan tempat pemasakan |
Selama pemasakan sambal |
Personil pemasakan |
Bila Suhu dan waktu pemasakan kurang dimasak kembali Menjaga higiene dan Kebersihan lingkungan tempat pemasakan |
Pengecekan suhu dan waktu pemasakan.
|
Pendokumentasian kegiatan pemasakan sambal |
Pengungkepan daging |
Fisik : debu Biologi: kontamina si tanag penjamah makanan |
Suhu 100 , selama 60 menit Pengungkepan menggunakan penutup saat pengungkep an. Tidak boleh menyapu saat memasak, kondisi higiene pekerja |
Suhu dan waktu pengungkepan. Debu, Kontaminasi tangan pekerja
|
Monitor suhu dan waktu. Pengungkepan Menjaga kebersihan lingkungan tempat pemasakan selama pengungkepan |
Selama pengung kepan daging |
Personil pemasak an daging |
Menggunakan penutup saat pengungkepan daging, Menjaga kebersihan tempat memasakan, menggunakan, sarung tangan, tutup kepala dan masker. Bila suhu dan waktu kurang dimasak kembali |
Pengecekan suhu dan waktu pengungkepan, dan kondisi higiene pekerja |
Pendokumentasian kegiatan Pengungkepan daging |
Pencucian daging setelah pengungkepan |
Biologi
|
Penggunaan sarung tangan Penggunaan air masak
|
Air yang Digunakan dan kontaminasi tangan penjamah |
Pencucian dengan air bersih yang telah dimasak
|
Selama proses pencucian |
Personil Pencucian |
Pencucian dengan air bersih yang telah dimasak, menggunakan sarung tangan dan masker saat pencucian |
Pengecekan proses pencucian dan kualitas air bersih |
Pendoku- mentasian kegiatan pencucian daging |
Penumisan daging |
Fisik: debu Biologi: Kontamina si tangan pekerja |
Suhu 130 , 3 menit pemasakan Higiene pekerja |
Suhu dan waktu penumisan Debu Kontami nasi tangan pekerja, dan keringat pekerja |
Monitor suhu dan waktu. Mengamati higiene pekerja, menjaga kebersihan lingkungan tempat memasak |
Selama proses penumisan |
Personil pemasak an daging |
Bila suhu dan waktu pemasakan kurang dan daging belum masak merata maka daging dimasak kembali sampai matang. Mengguna kan sarung tanagan, celemek, masker, penutup kepala menjaga kebersihan lingkungan tempat memasak |
Pengecekan suhu dan waktu pemasakan.
|
Pendoku- mentasian kegiatan pemasakan daging |
Penyimpan an |
Fisik : Tempat penyimpan an yang kurang bersih. Biologi |
Suhu penyimpanan -10 , tempat penyimpanan bersih, wadah penyimpanan bertutup |
Penyimpan an Suhu ruang, kondisi lingkungan penyimpan an kurang bersih |
Monitor suhu dan waktu Penyimpanan Memastikan ruangan penyimpanan bersih |
Selama penyimpanan makanan |
Personil penyimpanan makanan |
Melakukan pembersihan ruangan, makanan disimpan dalam frezeer ,menggunakan wadah yang bertutup dan ada ventilasinya. |
Pengecekan kembali suhu penyimpanan, mengecek sanitasi ruangan |
Pendokumentasian penyimpanan makanan
|
Penyatuan daging dan sambal |
Biologi Kontaminasi tangan penjamah |
Suhu 72 , 30 menit pemasakan Kondisi Higiene Pekerja, kondisi tempat pemasakan bersih |
Suhu dan waktu pencampur an, tempat pemasakan yang kurang bersih, kontamina si tangan penjamah |
Monitor suhu dan waktu. Mengamati higiene pekerja, memastikan ruangan tempat pemasakan bersih. |
Selama proses pemasakan penyatuan daging |
Personil pemasakan
|
Bila suhu dan waktu pemasakan kurang dan daging belum masak merata maka daging dipanaskan kembali hingga matang, menggunakan sarung tanagan, tutup kepala, masker celemek |
Pengecekan suhu dan waktu pemasakan, dan pengecekan kondisi higiene pekerja |
Pendoku- mentasian kegiatan penyatuan daging dan sambal
|
Pembahasan
1. Analisis Deskripsi Produk dan Diagram Alir pada Proses Pengolahan Dendeng Basah di Jasaboga X Kota Bengkulu
a. Deskripsi Produk
Dari hasil penelitian, pada tabel 4.1 diketahui bahwa makanan dendeng basah adalah makanan yang terbuat dari daging sapi, cabai, bawang putih, bawang merah, daun salam dan serai secukupnya, penyedap rasa, garam, sesendok teh gula, merica, ketumbar minyak goreng dan air yang digunakan untuk mengungkep dan mencuci daging. Karakteristik produk berbentuk segi empat, dengan ketebalan 1 cm, berwarna coklat merah, rasa khas daging disambal pedas. Umur simpan dendeng basah antara 1 x 24 jam pada suhu - 10 dalam lemari pendingin, penyimpanan diwadah dengan suhu ruang/suhu kamar 25 - 30 paling mampu bertahan dan tetap dalam kondisi layak konsumsi selama kurang lebih 7 jam.
Didistribusikan menggunakan mobil box terbuka dengan jarak tempuh selama 30 menit ketempat pesta. Dalam bentuk Penyajian prasmanan (buffet) yaitu penyajian terpusat untuk semua jenis makanan dan setiap orang dapat mengambil makanan sesuai dengan kesukaannya. Konsumennya masyarakat umum. Peralatan yang digunakan : kuali, sendok kayu, baskom, keranjang plastik, sendok stenlis, box plastik, kompor.
b. Diagram alir
Dari hasil penelitian pada gambar 4.1 diketahui bahwa pembuatan makanan dendeng basah mempunyai tahapan yaitu:
1) Penerimaan bahan daging, cabai, bawang putih, bawang merah, garam, gula, penyedap rasa, minyak manis, cuka makanan, daun salam, merica, ketumbar, serai
2) Pada proses persiapan pertama yaitu pencucian bahan baku daging, setelah dicuci daging ditiriskan didalam wadah keranjang selama 30 menit. Kedua pencucian bawang putih dan bawang merah, cabai dan rempah-rempah, setelah itu cabai, bawang putih dan bawang merah digiling, lalu digoreng menjadi sambal tambahkan garam, penyedap rasa
3) Setelah daging dicuci bersih dilakukan pengungkepan daging selama 1 jam 30 menit dengan menambahkan air secukupnya, daun salam, serai, garam, cuka, merica dan ketumbar secukupnya. setelah itu daging yang telah di ungkep diangkat dan dicuci dengan air mentah setelah selesai dicuci daging tersebut ditiriskan selama 6 jam.
4) Setelah daging dicuci dan ditiriskan lalu daging ditumis dengan sedikit minyak goreng dan menambahkan penyedap rasa, gula dan garam secukupnya selama 30 menit
5) Setelah daging selesai ditumis, daging dipindahkan kedalam wadah baskom stainless stell dan ditutup dengan koran/tampan, disimpan dalam suhu ruang 25 - 30 selama 14 jam
6) Pencampuran dilakukan pada jam 5 pagi pada proses ini sambal dan daging dicampur menjadi satu. Setelah selesai maka sambal dendeng basah dimasukkan kedalam wadah box
7) Setelah itu dilakukan pendistribusian makanan ketempat konsumen menggunakan mobil bok terbuka
8) Setelah sampai ditempat pesta makanan dibawa keruang penyimpanan, penyajian makanan dengan sistem prasmanan
2. Analisis bahaya dan penetapan resiko pada proses pengolahan dendeng basah di jasaboga X Kota Bengkulu.
a. Analisis bahaya pada bahan baku
Dari hasil penelitian pada tabel 4.2 bahan baku yang digunakan dalam pembuatan makanan dendeng basah dijasaboga X Kota Bengkulu antara lain daging, cabai, bawang putih, bawang merah, garam, gula, penyedap rasa, minyak manis, cuka makanan, daun salam, serai, merica, ketumbar.
Hasil pengamatan pada bahan baku daging sapi ditemukan kotoran yang menempel saat pemotongan dan terdapat beberapa bulu didaging sehingga menyebabkan bahaya fisik. Kemungkinan daging terkontaminasi mikroba patogen seperti salmonella dan E. Coli. Dikarenakan daging sapi sebagai sumber protein hewani memiliki nilai hayati (biological value) yang tinggi, mengandung 19% protein, 5% lemak, 70% air, 3,5% zat-zat non protein dan 2,5 % mineral dan bahan-bahan lainnya sehingga bakteri mudah tumbuh(Ramadhani, 2010). Sehingga pengendalian yang dapat dilakukan dengan pemilihan bahan yang baik, pencucian daging dengan air mengalir hingga bersih sebelum diolah dan dilakukan pemasakan daging sampai mateng sebelum dikonsumsi.
Hasil pengamatan pada bahan baku cabai, bawang putih, bawang merah, daun salam. Pada saat persiapan bahan baku cabai, bawang putih dan bawang merah terdapat berberapa keadaan bahan baku tersebut yang tidak layak atau mendekati busuk, layu sehingga dapat terkandung bahaya biologi seperti bakteri B. cereus, bahaya fisik terdapat beberapa sisa batang cabai, beberapa sisa kulit bawang dan bahan baku tersebut dicuci tidak dengan air mengalir dan hanya sekali cuci. Biasanya bahan baku cabai, bawang putih, bawang merah mengandung pestisida pada saat penyemaian diperkebunan.
Hasil pengamatan bahan baku daun salam, serai dari hasil pengamatan terdapat beberapa bahan yang kotor, ada tanah/debu yang menempel, bahan tersebut dicuci hanya sekali sehingga dapat menimbulkan bahaya fisik. Pengendalian yang dapat dilakukan dengan pemilihan bahan yang baik pada saat pesiapan bahan baku, bahan baku yang tidak layak jangan digunakan, bahan baku bawang putih dan bawang merah dilakukan pengupasan kulit sebelum digunakan, pencucian bahan baku cabai, bawang putih, bawang merah, daun salam, serai dengan air mengalir hingga bersih sebelum diolah. Pada hal kualitas bahan makanan yang baik dapat dilihat melalui ciri fisik dan mutunya yaitu dari bentuk, warna, kesegaran, bau dan lainnya, bahan makanan yang baik terbebas dari kerusakan dan pencemaran termasuk pencemaran oleh bahan kimia seperti pestisida (Kusmayadi, 2008).
Hasil pengamatan untuk bahan garam, gula terdapat beberapa batu /krikil sehingga menimbulkan bahaya fisik karena tempat penyimpanannya kurang bersih dan tidak ditutup rapat. Pengendaliaan yang dilakukan yaitu spesifikasi dan penyortiran bahan. Penyedap rasa, minyak manis yang digunakan minyak goreng drigen yang dibeli pada saat pemasakan, cuka makanan perlu diperhatikan tanggal kadarluarsanya dan tempat penyimpanan yang aman dari sumber kontaminasi. Bahan ketumbar dan merica menggunakan ketumbar dan merica bubuk tidak ada bahaya yang dapat timbul pada bahan tersebut.
Pengangkutan bahan makanan ke tempat Jasaboga diantarkan langsung oleh supplier, untuk bahan makanan kering ketika diangkut dikemas dalam plastik dan dus, sedangkan untuk bahan makanan basah dibungkus dengan menggunakan plastik.
b. Penetapan resiko pada bahan baku
Hasil pengamatan pada Tabel 4.3 Penetapan Kelompok Bahaya dan Kategori Resiko pada bahan baku yang digunakan dalam pembuatan dendeng basah di Jasaboga X Kota Bengkulu termasuk dalam kategori resiko 0 tidak mengandung bahaya A-F, dan kategori resiko III, I mengandung 1 bahaya B – F dengan keterangan kelompok bahaya yaitu kelompok bahaya B makanan yang tersusun atas bahan yang sensitif terhadap potensi bahaya biologi, kimia atau fisik, bahaya D makanan kemungkinan mengalami pencemaran kembali setelah pengolahan dan sebelum pengemasan/penyajian, E makanan kemungkinan mengalami pencemaran kembali atau penanganan yang kurang tepat selama distribusi hingga diterima konsumen.
c. Analisis bahaya pada tahapan proses
Dari hasil penelitian pada tabel 4.4 saat pengamatan proses pembuatan makanan dendeng basah di Jasaboga X Kota Bengkulu hasil analisa bahaya pada proses penerimaan bahan baku, masih terdapat bahan yang dalam keadaan yang kurang baik seperti kotoran debu, krikil yang menempel pada bahan dan beberapa bahan baku yang mendekati busuk, bahaya kimia yaitu pestisida yang mungkin terkandung pada bahan, dan bahaya biologi yang ada pada bahan. Bahan baku daging setelah sampai langsung dicuci. Cara pencegahannya dengan pemilihan/ penyeleksian dan pengupasan bahan.
Pada proses pencucian bahan baku pontesi bahaya biologi yang disebabkan oleh kontaminasi tangan pekarja saat mencuci bahan makanan, serta saat pencucian bahan makanan tidak menggunakan air mengalir dan sumber air bersih yang digunakan kemungkinan mengandung E. Coli. Cara pencegahannya pencucian dengan air mengalir. Pada proses penirisan bahan baku daging setelah pencucian, bahaya yang terkandung adalah bahaya fisik yang dikarenakan lingkungan sekitar tempat peletakan daging yang kurang bersih, daging yang ditiriskan didalam wadah keranjang diletakan dilantai yang becek/ basah sehingga daging dapat terkontaminasi bahaya fisik maupun biologi yang ada disekitar tempat penirisan dan kontaminasi tangan pekerja. Cara pencegahannya menggunakan sarung tangan, menempatkan wadah penirisan yang relatif tinggi dari lantai dan ditempat yang terjaga kebersihannya dan jauh dari aktifitas pekerja.
Pada proses penggilingan cabai, bawang putih dan bawang merah potensi bahaya yang terkandung adalah bahaya fisik yang terdapat beberapa sisa kulit, sisa batang pada bahan baku, debu dan biologi yang disebabkan oleh kontaminasi tangan pekerja dan air yang digunakan. Cara pencegahannya penggunaan sarung tangan, menggunakan air bersih yang telah dimasak.
Pada proses pemasakan sambal potensi bahaya yang terkandung adalah bahaya fisik yang disebabkan oleh prilaku pekerja yang menyapu lantai saat pemasakan sambal sehingga debu yang disapu menempel pada makanan yang dimasak dan tempat pemasakannya yang terlalu rendah. Cara pencegahannya tidak boleh melakukan aktifitas menyapu pada saat proses memasak, sebaiknya tempat pemasakan lebih tinggi dari lantai.
Pada proses pengungkepan daging potensi bahaya yang terkandung adalah bahaya fisik yang disebabkan oleh prilaku pekerja yang menyapu saat pengungkepan daging sehingga debu yang disapu menempel pada makanan yang dimasak dan tempat pemasakannya yang terlalu rendah, saat pengungkepan daging tidak ditutup serta kontaminasi tangan pekerja saat mengolah makanan karena tidan menggunakan peralatan hiegene bagi pekerja. Cara pencegahanya tidak boleh melakukan aktifitas menyapu pada saat proses memasak, menggunakan penutup pada saat pengungkepan dan penggunaan sarung tangan, penutup kepala, celemek dan masker.
Pada proses pencucian daging setelah pengungkepan potensi bahaya yang terkandung adalah bahaya biologi yang disebabkan oleh kontaminasi tangan pekarja yang tidak menggunakan sarung tangan saat mencuci bahan makanan, serta saat pencucian bahan makanan menggunakan air mentah yang mungkin tercemar E. Coli dan pada tahapan ini terjadi kontaminasi ulang dimana daging yang sudah diungkep sampai mateng dicuci kembali. Cara pencegahannya menggunakan sarung tangan dan masker, untuk pencucian yang kedua menggunakan air bersih yang telah dimasak.
Pada proses penirisan bahan baku daging setelah pencucian, bahaya yang terkandung adalah bahaya fisik yang dikarenakan lingkungan sekitar tempat peletakan daging yang kurang bersih, daging yang ditiriskan didalam wadah keranjang diletakan dilantai yang becek/ basah sehingga daging dapat terkontaminasi bahaya fisik maupun biologi yang ada disekitar tempat penirisan dan kontaminasi tangan pekerja, serta wadah yang digunakan untuk meniriskan daging sudah dipakai pada penirisan pertama daging mentah, wadah hanya dibersihkan dengan disiram dengan air. Cara pencegahannya menggunakan sarung tangan, menempatkan wadah penirisan yang relatif tinggi dari lantai dan ditempat yang terjaga kebersihannya dan jauh dari aktifitas pekerja, menggunakan wadah yang bersih dan telah dicuci bersih.
Pada proses penumisan daging potensi bahaya yang terkandung adalah biologi yang disebabkan oleh kontaminasi tangan pekerja saat menuangkan daging kekuali, keringat pekerja pada saat pengadukan. Serta kontaminasi fisik seperti debu yang ada disekitar tempat pemasakan. Cara pencegahannya menggunakan sarung tangan plastik sekali pakai (disposal), penjepit makanan, sendok garpu celemek/apron, tutup rambut, sepatu kedap air, baju kerja (PerMenKes RI No. 1096 /MENKES /PER /VI /2011). Penumisan dengan Suhu 130 selama 3 menit (rusdin rauf, 2013) serta menjaga kebersihan lingkungan tempat pengolahan makanan.
Pada proses penyimpanan potensi bahaya yang terkandung adalah fisik yang disebabkan oleh lingkungan sekitar tempat penyimpanan daging dan sambal yang kurang bersih. Bahaya biologi dikarenakan suhu penyimpanan makanan yang sudah dimasak disimpan pada suhu ruang/suhu kamar selama 14 jam. Sehingga kemungkinan bakteri dapat berkembang/tumbuh pada suhu ruang dalam waktu yang lama saat penyimpanan. Wadah penyimpanan daging dan sambal saat disimpan diletakkan dalam wadah baskom yang ditutup dengan koran/tampan sehingga dapat terkontaminasi, tempat peletakannya terlalu rendah dan orang sering lewat sehingga makanan mudah tercemar. Cara pencegahannya yaitu menjaga sanitasi lingkungan, menurut PerMenKes RI No. 1096 /MENKES /PER /VI /2011 yaitu wadah yang digunakan untuk penyimpanan makanan harus mempunyai tutup yang dapat menutup dengan sempurna dan memiliki ventilasi untuk mengeluarkan udara panas dari makanan untuk mencegah pengembunan (kondensasi). Dan meletakan wadah yang berisi makanan ditempat yang relatif tinggi dari lantai seperti diatas meja dan jauh dari hal yang dapat mengkontaminasi. Suhu penyimpanan makanan 1 x 24 jam pada suhu - 10 dalam lemari pendingin (PerMenKes RI No. 1096 /MENKES /PER /VI /2011).
Pada proses penyatuan daging dan sambal potensi bahaya yang terkandung adalah fisik dan biologi yang disebabkan oleh kontaminasi tangan pekerja saat menuangkan daging, tempat masak yang terlalu rendah, sehingga dapat terkontaminasi oleh debu dari pekerja yang lalu lalang. Pada tahap ini dilakukan penyatuan sambal dan daging, tetapi suhu dan waktu pemasakannya kurang tepat, padahal daging dan sambal telah disimpan pada suhu ruang selama 14 jam penyimpanan, sehingga kemungkinan mikroba/bakteri belum mati. Cara pencegahan tempat pemasakan yang lebih tinggi dari lantai, menggunakan sarung tangan, penutup kepala, masker, dimasak pada suhu dan waktu pemasakan yang tepat hingga matang.
Pada peroses pewadahan makanan dendeng terdapat potensi bahaya fisik yang disebabkan wadah yang digunakan ada debu yang menepel dan wadah hanya di lap dengan kain, sedangkan bahaya biologi yang disebabkan kontaminasi tangan pekerja saat memindahkan daging dari wadah yang satu ketempat lainnya. Cara pencegahan menggunakan wadah yang telah dicuci bersih, menggunakan sarung tangan, sendok saat memindahkan makanan.
Pada proses distribusi makanan ketempat penyajian potensi bahaya yang terkandung adalah bahaya fisik karena mobil box yang digunakan yaitu mobil box terbuka sehingga debu dapat menempel pada wadah makanan, dan kebersihan mobil yang kurang. Pada proses penyajian potensi bahaya yang disebabkan higiene pekerja yang kurang dan kebersihan tempat penyimpanan makanan sebelum dihidangkan yang kurang, dan lama waktu makanan dimakan konsumen. Cara pencegahan menggunakan mobil box tertutup dan kebersihannya terjaga, menjaga hiegene dan sanitasi saat penyajian.
Pada proses produksi makanan dendeng basah menunjukan bahwa hampir setiap tahap proses memberikan resiko terjadinya kontaminasi fisik dan mikrobiologi. Hal ini erat kaitannya dengan sanitasi peralatan, ruangan dan higiene perkerja. Peralatan yang akan digunakan pada setiap kali proses harus diperhatikan kebersihannya, tidak korosif dan letaknya harus berurutan sesuai dengan tahapan proses dan tidak berjauhan. Sanitasi ruangan harus dijaga sehingga mengurangi resiko terjadinya kontaminasi silang dari ruangan tempat berkerja ataupun tempat penyimpanan produk.
3. Penetapan Critical Control Point (CCP), Batas Kritis, Pemantauan, Tindakan Koreksi, Verifikasi dan Dokumentasi pada Proses Pengolahan Dendeng Basah di Jasaboga X Kota Bengkulu
Critical Control Point (CCP) adalah suatu langkah dimana pengendalian dapat dilakukan dan mutlak diterapkan untuk mencegah atau meniadakan bahaya keamanan pangan, atau menguranginya sampai pada tingkat yang bisa diterima. Berdasarkan tabel 4.5 penetapan CCP pohon keputusan untuk proses pengolahan dendeng basah didapatkan 8 tahapan proses yang memiliki CCP yaitu Penerimaan, Pencucian, Penggorengan sambal, Pengungkepan daging, Pencucian daging, Penumisan daging, Penyimpanan, Pencampuran daging dan sambal. Rencana HACCP terlampir pada tabel
a. Tahapan proses penerimaan bahan
Pada tahap ini potensi bahaya yang terkandung adalah bahaya fisik masih terdapat bahan dalam keadaan yang kurang baik seperti kotoran debu, krikil yang menempel pada bahan, bahaya kimia yaitu pestisida yang mungkin terkandung pada bahan dan bahaya biologi beberapa bahan baku yang mendekati busuk. Batas kritis tidak ada kotoran pada bahan, tidak ada bahan yang rusak sewaktu diterima, bahan baku berkualitas baik. Pemantauan yang dapat ditempuh yaitu berupa pemeriksaan visual terhadap bahan yang diterima, pada setiap penerimaan oleh personil penerimaan. Tindakan koreksi yang dapat ditempuh seperti bahan yang dinilai berkualitas buruk atau rusak dikembalikan kepada pemasok, dan komplain kepada pemasok/produsen. Verifikasi yang dapat dilakukan yaitu pengecekan penerimaan bahan baku dan persiapan bahan baku. Dokumentasi yaitu pendokumentasian kegiatan penerimaan bahan makanan.
Penelitian ini sama dengan penelitian Inoy Trisnaini (2012), Analisis Bahaya Titik Kendali Kritis Proses Pengolahan Bola-Bola Daging di Instalasi Gizi Rumah Sakit dimana proses penerimaan merupakan CCP.
b. Tahapan proses Pencucian.
Pada tahapan ini potensi bahaya yang terkandung adalah bahaya biologi yang disebabkan oleh kontaminasi tangan pekarja saat mencuci bahan makanan, serta saat pencucian bahan makanan tidak menggunakan air mengalir dan sumber air bersih yang digunakan kemungkinan tercemar E. Coli.
Batas kritis mencuci dengan air mengalir, air bersih yang digunakan tidak tercemar E. Coli. Pemantauan yang dapat ditempuh yaitu berupa pencucian bahan dengan air mengalir, pemeriksaan kualitas air bersih selama proses pencucian oleh personil pencucian. Tindakan koreksi yang dapat ditempuh yaitu jika ditemukan kotoran pada bahan dicuci lagi sampai bersih dengan air mengalir. Verifikasi yang dapat dilakukan yaitu pengecekan proses pencucian bahan dan kualitas air bersih. Dokumentasi yaitu pendokumentasian kegiatan pencucian bahan makanan.
c. Tahapan proses Pemasakan sambal
Pada tahapan ini potensi bahaya yang terkandung adalah bahaya fisik yang disebabkan oleh prilaku pekerja yang menyapu lantai saat pemasakan sambal sehingga debu yang disapu menempel pada makanan yang dimasak dan tempat pemasakannya yang terlalu rendah.
Batas kritis tidak boleh menyapu pada saat proses memasak dan suhu 72 selama 15 menit pemasakan. Pemantauan yang dapat ditempuh yaitu monitor suhu dasn waktu pemasakan dan menjaga kebersihan lingkungan tempat pemasakan selama pemasakan oleh personil pemasakan sambal. Tindakan koreksi yang dapat ditempuh yaitu menjaga kebersihan lingkungan tempat memasak, menjaga higiene, menggunakan sarung tangan, tutup kepala dan masker. Bila suhu dan waktu pemasakan kurang dimasak kembali. Verifikasi yang dapat dilakukan yaitu pengecekan suhu dan waktu pemasakan. Dokumentasi yaitu pendokumentasian kegiatan pemasakan sambal.
d. Tahapan proses pengungkepan daging
Pada tahapan ini potensi bahaya yang terkandung adalah bahaya fisik yang disebabkan oleh prilaku pekerja yang menyapu saat pengungkepan daging sehingga debu yang disapu menempel pada makanan yang dimasak dan tempat pemasakannya yang terlalu rendah, saat pengungkepan daging tidak ditutup dan bahaya biologi kontaminasi tangan pekerja saat mengolah makanan karena tidak menggunakan peralatan hiegene bagi pekerja. Daging diungkep selama 1 jam 30 menit dan sesekali diaduk agar daging masak merata, dalam proses pengungkepan daging ini termasuk CCP karena bahaya dapat dihilangkan.
Batas kritis suhu 100 selama 60 menit pengungkepan, menggunakan penutup saat pengungkepan. Pemantauan yang dapat ditempuh yaitu monitor suhu dasn waktu pengungkepan dan menjaga kebersihan lingkungan tempat pemasakan selama pengungkepan oleh personil pengungkepan daging. Tindakan koreksi yang dapat ditempuh yaitu menggunakan penutup saat pengungkepan daging, menjaga kebersihan lingkungan tempat memasak, menjaga higiene, menggunakan sarung tangan, tutup kepala dan masker. Bila suhu dan waktu pengungkepan kurang dimasak kembali. Verifikasi yang dapat dilakukan yaitu pengecekan suhu dan waktu pengungkepan, pengecekan hiegene pekerja. Dokumentasi yaitu pendokumentasian kegiatan pemasakan sambal.
e. Tahapan proses pencucian daging setelah pengungkepan
Pada tahapan ini potensi bahaya yang terkandung adalah bahaya biologi yang disebabkan oleh kontaminasi tangan pekarja yang tidak menggunakan sarung tangan saat mencuci bahan makanan, serta saat pencucian bahan makanan menggunakan air mentah yang mungkin tercemar E. Coli dan pada tahapan ini terjadi kontaminasi ulang dimana daging yang sudah diungkep sampai mateng dicuci kembali
Batas kritsi penggunaan sarung tangan dan masker, air bersih yang digunakan yaitu air masak dan tidak ada kandungan E. Coli. Pemantauan yang dapat ditempuh yaitu berupa pencucian bahan dengan air bersih yang telah dimasak selama proses pencucian oleh personil pencucian. Tindakan koreksi yang dapat ditempuh yaitu mencuci bahan makanan daging setelah diungkep dengan air bersih yang sudah dimasak, menggunakan sarung tangan dan masker saat pencucian. Verifikasi yang dapat dilakukan yaitu pengecekan proses pencucian bahan makanan dan kualitas air bersih. Dokumentasi yaitu pendokumentasian kegiatan pencucian bahan makanan.
f. Tahapan proses Penumisan daging
Pada tahapan ini potensi bahaya yang terkandung adalah bahaya fisik seperti debu yang ada disekitar tempat pemasakan dan biologi yang disebabkan oleh kontaminasi tangan pekerja saat menuangkan daging kekuali, keringat pekerja pada saat pengadukan. Daging ditumis dengan sedikit minyak goreng selama 30 menit dan diaduk agar daging masak merata, pada proses penumisan ini termasuk CCP karena bahaya dapat dihilangkan.
Batas kritis menggunakan perlengkapan pelindung diri untu menjaga hiegiene, Suhu 130 selama 3 menit pemasakan. Pemantauan yang dapat ditempuh yaitu monitor suhu dan waktu penumisan, mengamati hiegiene pekerja, selama proses penumisan oleh personil pemasakan daging. Tindakan koreksi yang dapat ditempuh yaitu bila suhu dan waktu pemasakan kurang dan daging belum masak merata makan daging dimasak kembali hingga matang, menggunakan sarung tangan plastik sekali pakai (disposal), celemek/apron, tutup rambut, masker. Verifikasi yang dapat dilakukan yaitu pengecekan suhu dan waktu pemasakan. Dokumentasi yaitu pendokumentasian kegiatan penumisan daging.
g. Tahapan proses Penyimpanan
Pada tahapan ini potensi bahaya yang terkandung adalah bahaya fisik yang disebabkan oleh lingkungan sekitar tempat penyimpanan daging dan sambal yang kurang bersih dan Bahaya biologi dikarenakan suhu penyimpanan makanan yang sudah dimasak disimpan pada suhu ruang/suhu kamar selama 14 jam. Sehingga kemungkinan bakteri dapat berkembang/tumbuh pada suhu ruang dalam waktu yang lama saat penyimpanan. Wadah penyimpanan daging dan sambal saat disimpan diletakkan dalam wadah baskom yang ditutup dengan koran/tampan sehingga dapat terkontaminasi, tempat peletakannya terlalu rendah dan orang sering lewat sehingga makanan mudah tercemar.
Batas kritis lingkungan tempat penyimpanan bersih, wadah penyimpanan tertutup dan memiliki ventilasi, suhu penyimpanan -10 . Pemantauan yang dapat ditempuh yaitu monitor suhu dan waktu penyimpanan, memastikan ruang penyimpanan bersih, memastikan menggunakan wadah penyimpanan yang bertutup, selama penyimpanan oleh personil penyimpanan. Tindakan koreksi tempat penyimpanan makanan dibersihkan, menggunakan wadah yang menutup sempurna dsan ada ventilasinya, makanan dalam 1 x 24 jam sebaiknya dimasukkan kedalam frezeer dengan suhu -10 . Verifikasi yang dapat dilakukan yaitu pengecekan suhu dan waktu penyimpanan serta kondisi tempat penyimpanan. Dokumentasi yaitu pendokumentasian kegiatan penyimpanan makanan.
Penelitian ini sama dengan penelitian Inoy Trisnaini (2012), Analisis Bahaya Titik Kendali Kritis Proses Pengolahan Bola-Bola Daging di Instalasi Gizi Rumah Sakit dimana proses penyimpanan merupakan CCP.
h. Tahapan proses Penyatuan daging dan sambal
Pada tahapan ini potensi bahaya yang terkandung adalah bahaya fisik karena tempat masak yang terlalu rendah, sehingga dapat terkontaminasi oleh debu dari pekerja yang lalu lalang dan bahaya biologi yang disebabkan oleh kontaminasi tangan pekerja saat menuangkan daging. Pada tahap ini dilakukan penyatuan sambal dan daging, tetapi suhu dan waktu pemasakannya kurang tepat, padahal daging dan sambal telah disimpan pada suhu ruang selama 14 jam penyimpanan, sehingga kemungkinan mikroba/bakteri belum mati.
Batas kritis tempat penyatuan daging dan sambal bersih, menggunakan alat pelindung diri, suhu pemasakan 72 selama 30 menit. Pemantauan yang dapat ditempuh yaitu monitor suhu dan waktu pemasakan, memastikan ruang tempat penyatuan daging dan sambal dalam kondisi bersih, memastikan kondisi higiene pekerja, selama proses pemasakan penyatuan daging dan sambal oleh personil pemasakan. Tindakan koreksi yang dapat ditempuh yaitu bila suhu dan waktu pemasakan kurang dan daging belum masak merata maka daging dipanaskan kembali hingga matang, menggunakan sarung tangan plastik sekali pakai (disposal), celemek/apron, tutup rambut, masker. Verifikasi yang dapat dilakukan yaitu pengecekan suhu dan waktu pemasakan. Dokumentasi yaitu pendokumentasian kegiatan pemasakan penyatuan daging dan sambal.
Dari hasil pemeriksaan sampel daging dendeng yang telah masak terdapat bahaya biologi yaitu positif mengandung E. Coli sedangkan salmonella negatif. Kontaminasi E. Coli terjadi pada makanan daging dendeng pada pencucian daging setelah pengungkepan yang menggunakan air mentah dalam pencuciannya atau kemungkinan air yang digunakan untuk mencuci daging sudah terkontaminasi dengan patogen. Kemungkinan pada saat penumisan daging suhu dan waktu penumisan yang kurang tepat sehingga kuman patogen belum mati. Pada saat penyimpanan makanan yang sudah masak pada suhu kamar selama 14 jam yang memungkinkan bakteri dapat berkembang.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Dendeng Basah Di Jasaboga X Kota Bengkulu terdiri dari Daging, cabai, bawang putih, bawang merah, garam, gula, penyedap rasa, minyak manis, cuka makanan, daun salam, serai, merica, ketumbar, dengan 14 tahapan proses dalam diagram alir.
2. Analisa bahaya pada bahan baku terdapat tiga bahaya yaitu bahaya fisik, kimia dan biologi dengan kategori resiko 0 tidak mengandung bahaya dan kategori resiko III dan I mengandung kelompok bahaya B-F, sedangkan dalam tahapan proses pengolahan dendeng basah terdapat bahaya fisik dan biologi pada setiap tahapan proses.
3. Delapan tahapan proses yang memiliki CCP yaitu penerimaan, pencucian, penggorengan sambal, pengungkepan daging, pencucian daging, penumisan daging, penyimpanan, penyatuan daging dan sambal.
4. Batas kritis untuk tahapan penerimaan tidak ada bahan yang kotor/rusak, tahapan pencucian mencuci dengan air mengalir dan tidak mengandung E. Coli , tahapan penggorengan sambal tidak boleh menyapu dan suhu pemasakan 72 selama 15 menit, tahapan pengungkepan daging suhu 100 selama 60 menit,menggunakan penutup, tahapan pencucian daging menggunakan air masak, tahapan penumisan daging suhu pemasakan 130 selama 3 menit, tahapan penyimpanan wadah penyimpanan makanan mempunyai penutup dan ada lubang ventilasi, suhu penyimpanan -10 , tahapan penyatuan daging dan sambal suhu pemasakan 72 selama 15 menit.
5. Pemantauan berupan pemeriksaan visual terhadap bahan yang diterima, pemeriksaan kualitas air bersih, monitor suhu dan waktu pemasakan, pencucian bahan dengan air bersih yang telah dimasak, monitor suhu dan waktu penyimpanan
6. Tindakan koreksi yang dapat ditempuh bahan yang berkualitas buruk dikembalikan kepada pemasok, mencuci dengan air mengalir, menjaga higiene dan kebersihan lingkungan tempat memasak, menggunakan sarung tangan, penutup kepala, masker, menggunakan penutup saat pengungkepan daging, bila suhu dan waktu pemasakan kurang maka daging dimasak kembali hingga matang, menggunakan wadah yang menutup sempurna dan ada lubang ventilasi, suhu penyimpanan -10
7. Verifikasi yang dapat ditempuh yaitu pengecekan penerimaan bahan baku, proses pencucian, pengecekan suhu dan waktu pemasakan, pengecekan suhu dan waktu serta kondisi penyimpananan
8. Pendokumentasian kegiatan penerimaan bahan makanan, pencucian, pemasakan sambal, pengungkepan daging, penumisan daging, kegiatan penyimpanan makanan, pemasakan penyatuan daging dan sambal
B. Saran
1. Bagi tempat Jasaboga (catering)
Diharapkan hasil penelitian ini bisa menjadi salah satu informasi untuk perbaikkan pada proses pengolahan dendeng basah dijasaboga Catering Anggun Kota Bengkulu yaitu:
a. Pada saat proses pencucian daging setelah diungkep, diharapkan daging dicuci menggunakan air bersih yang sudah dimasak
b. Sebaiknya pada saat penyimpanan daging yang sudah dimasak, daging disimpan di frezeer
c. Sebaiknya setiap penjamah makanan melakukan cek kesehatan secara berkala.
2. Bagi akademik
Penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan bacaan untuk memperdalam pengetahuan tentang HACCP khususnya pada proses pengolahan dendeng basah.
3. Bagi peneliti lainnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan menjadi salah satu acuan tambahan sebagai dasar untuk penelitian yang serupa.
Aminuddin, Fakhmi, Arif Rahman, Lely Riawati. 2015. Desain Sistem Keamanan Pangan Hazard Analisis And Critical Control Point (HACCP) Pada Proses Produksi Gula PG. Kebon Agung, Malang. Jurnal Rekayasa Dan Manajemen Sistem Industri Vol. 2 No. 6 Teknik Industri. Universitas Brawijaya. Malang.
Andonie, Rigel. 2012. Kajian Pelaksanaan Keamanan Makanan Berdasarkan HACCP di MV. Samudra 02 Milik PT. Karya Jaya Samudra. Tesis, Universitas Indonesia. Depok.
Arianti, Serlin. 2013. Analisis Identifikasi Bahaya Dalam Proses Pembuatan Makanan Enteral Dengan HACCP di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu . Karya Tulis Ilmiah. Poltekkes Kemenkes Bengkulu. Bengkulu.
Badan Pengawasan Obat Makanan 2004. Materi Pelatihan Penyuluhan Keamanan Pangan. Buku II. Surabaya: BBPOM.
Badan Standarisasi Nasional (BSN), (1998). Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) Serta Pedoman Penerapannya. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-4852-1998. Jakarta
, 2011. Rekomendasi Kode Praktis – Prinsip Umum Higiene Pangan. SNI CAC/RCP1:2011. Jakarta.
Betty dan Yendri. 2007. Cemaran Mikroba Terhadap Telur Dan Daging Ayam. Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat, Padang.
Budiarto, Eko. 2004. Metode Penelitian. Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Kumpulan Modul Kursus hygiene Sanitasi Makanan Dan Minuman. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia Ditjen P2PL
Djaafar, T.F. dan S. Rahayu. 2007. Cemaran Mikroba Pada Produk Pertanian, Penyakit Yang Ditimbulkan Dan Pencegahannya. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 26(2): 67−75
Djaja, I.M. 2005. Kontaminasi E.Coli Pada Makanan Dari Tiga Jenis Tempat\Pengelolaan Makanan (Tpm) Di Jakarta Selatan. Jurnal Makara Kesehatan Vol. 12. Hal: 36-41. Jakarta
Habibie. 2010. Penerapan HACCP dalam upaya meningkatkan keamanan pangan dalam httip://habibiezone. Wordpress.com
Hariyadi, Purwiyatno. 2008. Isu Terkini Terkait dengan Keamanan Pangan. Makalah dalam Pra-Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi IX, 9 Juni 2008
Inoy Trisnaini, 2012. Analisis Bahaya Titik Kendali Kritis Proses Pengolahan Bola-Bola Daging di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Mohammad Hoesin Palembang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 3. Palembang
Koswara, Sutrisno. 2009. HACCP Dan Penerapannya Pada Produk Bakeri. eBookPangan.com. Universitas Muhammadiyah Semarang. Dari http : / / tekpan. unimus. ac. Id / wp-content / uploads / 2013 / 07 / HACCP – Dan – Penerapannya - Dalam Industri - Bakery. Pdf . Diunduh tanggal 29 januari 2016.
Kadek Widiastuti. 2015. Menyambut Hari Kesehatan Sedunia 2015 "Pilih dan Konsumsi Pangan yang Aman dan Sehat". Jakarta:Artikel HKS 2015. Diunduh dari http//:ArtikelHKS2015.Pdf tanggal 19 Januari 2016
Kusmayadi, ayi dan dadang sukandar. 2008.cara memilih dan mengolah makanan untuk pebaikan gizi masyarakat. Dari http://database.deptan.go.id tanggal 29 febuari 2016
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096 /MENKES /PER /VI /2011 Tentang Higiene Sanitasi Jasaboga. Jakarta
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 722/MENKES/PER/X/88 Tentang Bahan Tambahan Makanan. Jakarta
Pramesti, Novianingdyah, Nasir Widha Setyanto, Rahmi Yuniarti. 2013. Analisis Persyaratan Dasar Dan Konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Dengan Rekomendasi PerancanganUlang Tata Letak Fasilitas (Studi Kasus: Kud Dau Malang). Universitas Brawijaya: Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik . Malang
Purnawijayanti, HA. 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengelolaan Makanan. Yogyakarta: Kanisius
Ratih Dewanti Hariyadi. 2007. Penyusunan Rencana HACCP Untuk Industri Jasa Boga. Diunduh dari http//:HACCPJASABOGA.pdf tanggal 20 januari 2016.
Rauf, Rusdin. 2013. Sanitasi pangan & HACCP. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sutrisno, Arfiansyah, Abdul Basith, Nur Hadi Wijaya. 2013. Analisis Strategi Penerapan Sistem Manajemen Keamanan Pangan HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points) di PT. Sierad Produce Tbk. Parung. Jurnal Manajemen dan Organisasi Vol IV, No 2, Agustus 2013. Dari http://www.manajemen.fem.ipb.ac.id/images/uploads/Volume_IV_No_2_Agustus_2013_1.pdf . Diunduh tanggal 17 febuari 2016 pukul 19.30
Setyantini, Ririn. 2011. Konsep Pengendalian Mutu Dan Hazard Analisis And Critical Control Point (HACCP) Nata De Cassava Di Home Industri Inti Cassava, Bantul, Yogyakarta. Laporan Tugas Akhir (KTI). Universitas Sebelas Maret surakarta. Yogyakarta. Dari Httpcore. Ac. Ukdownload files 47812348983. Pdf. Diunduh 13 januari 2016 pukul 20.00.
The European Commission (ALA funds) dan Codex. 2005. Buku pelatihan penerapan metode HACCP
Tjahja dan Darwin Kadarisman. (2006). Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor: IPB Press.
Thaheer, Hermawan. (2005). Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points). Jakarta: PT. Bumi Aksara
World Health Organization (WHO). 2006. Penyakit Bawaan Makanan Fokus Pendidikan Kesehatan. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran :EGC.
Weliansyah, Allfajri. 2015. Analisis Hygiene Dan Sanitasi Jasa Boga Di Kota Bengkulu Tahun 2015. Karya Tulis Ilmiah. Poltekkes Kemenkes Bengkulu. Bengkulu
Yuniarti, Rahmi, Wifqi Azlia, Ratih Ardia Sari. 2015. Penerapan Sistem Hazard Analisis And Critical Control Point Pada Proses Pembuatan Kripik Tempe. Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 14, No. 1, Juni 2015. Dari Http://Yuniarti, dkk. / Penerapan Sistem Hazard Analysis Critical .…./JITI, 14 (1), Jun 2015, pp. 86-95. Diunduh 15 januari 2016 pukul 20.30
Zulfana, Iffa, Sudarmaji. 2008. Hazard Analysis And Critical Control Point (HACCP) Pada Pengelolaan Makanan Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Islam Lumajang. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.4, No.2, Januari 2008: 57 – 68. Dari Http : // Download. Portalgaruda. Org/Article. Php? Article=18171&Val=1132. Diunduh tanggaol 29 januari 2016 pukul 19.30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar