KARYA TULIS ILMIAH
HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP)
PADA PROSES PENGOLAHAN DENDENG BASAH
DI JASABOGA X KOTA BENGKULU
KARYA TULIS ILMIAH
Karya Tulis Ilmiah Ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
Memperoleh Gelar Ahli Madya Kesehatan Lingkungan (A.Md.KL)
Oleh
LAMSEGAR GULTOM
NIM. P05160013 050
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
2016
HALAMAN PERSETUJUAN
KARYA TULIS ILMIAH
HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP)
PADA PROSES PENGOLAHAN DENDENG BASAH
DI JASABOGA X KOTA BENGKULU
OLEH :
LAMSEGAR GULTOM
NIM : P0 5160013 050
Karya Tulis Ilmiah Telah Disetujui dan Siap Diujikan
Pada Tanggal : 24 Juni 2016
Pembimbing I
Agus Widada, SKM., M.Kes NIP.197109091995011001 |
Pembimbing II
Aplina Kartika Sari, SST., M.KL NIP.198504162009122001
|
Bengkulu, Juni 2016 Mengetahui, Ketua Jurusan Kesehatan Lingkungan
Jubaidi, SKM, M.Kes NIP. 196002091983011001 |
HALAMAN PENGESAHAN
KARYA TULIS ILMIAH
HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP)
PADA PROSES PENGOLAHAN DENDENG BASAH
DI JASABOGA X KOTA BENGKULU
OLEH :
LAMSEGAR GULTOM
NIM : P0 5160013 050
Telah diuji dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah
Program Studi Diploma III Kesehatan Lingkungan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Bengkulu
Pada Tanggal 24 Bulan juni Tahun 2016 dan dinyatakan
LULUS
Pembimbing I
Agus Widada, SKM., M.Kes NIP.197109091995011001 |
Pembimbing II
Aplina Kartika Sari, SST., M.KL NIP.198504162009122001 |
Penguji I
Yenni Okfrianti, S.TP., MP NIP. 197910072009122001 |
Penguji II
Jubaidi, SKM, M.Kes NIP. 196002091983011001 |
Bengkulu, Juni 2016
Mengetahui,
Ketua Jurusan Kesehatan Lingkungan
Jubaidi, SKM., M.Kes
NIP. 196002091983011001
ABSTRAK
HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PENGOLAHAN DENDENG BASAH DI JASABOGA X KOTA BENGKULU
Jurusan Kesehatan Lingkungan Tahun 2016
(xiii+80halaman+17lampiran)
Lamsegar Gultom, Agus Widada, Aplina Kartika Sari
Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP ) didasarkan pada ilmu pengetahuan dan sistematika dalam mengidentifikasi bahaya yang mungkin dapat terjadi pada tahapan pengolahan makanan dan tindakan pengendalian ditempatkan untuk mencegah munculnya hazard tersebut. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada proses pengolahan dendeng basah di jasaboga X Kota Bengkulu.
Jenis penelitian deskriptif yaitu mengidentifikasi dan memperoleh gambaran untuk menentukan analisis bahaya dan titik kendali kritis proses pengolahan dendeng basah dari awal sampai akhir di jasaboga X Kota Bengkulu. Sampel proses pengolahan makanan dendeng basah dari bahan baku sampai makanan jadi siap disajikan. Analisis univariat
Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan identifikasi bahaya pada bahan baku terdapat bahaya fisik, kimia dan biologi dengan kategori resiko 0, III dan I, sedangkan dalam tahapan proses pengolahan dendeng basah terdapat bahaya fisik dan biologi pada setiap tahapan proses. Berdasarkan analisis critical control point (CCP) terdapat 8 CCP yaitu: penerimaan, pencucian, penggorengan sambal, pengungkepan daging, pencucian daging, penumisan daging, penyimpanan, penyatuan daging dan sambal. Disarankan bagi pemilik jasaboga X agar karyawan penjamah makanan melakukan cek kesehatan secara berkala, pencucian daging setelah pengungkepan menggunakan air bersih yang sudah dimasak. Sebaiknya daging disimpan dalam frezeer.
Kata Kunci : HACCP, Pengolahan Dendeng Basah, Jasaboga
Daftar Pustaka : 2004 -2015
ABSTRAK
HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) IN PROCESSING IN THE WET JERKY CATERING X BENGKULU CITY
Jurusan Kesehatan Lingkungan Tahun 2016
(xiii+80halaman+17lampiran)
Lamsegar Gultom, Agus Widada, Aplina Kartika Sari
Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) based on science and systematic in identifying hazards that may occur in stages of food processing and control measures in place to prevent the emergence of the hazard. The research objective was to determine the Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) in the processing of wet jerky in catering X Bengkulu City.
Type a descriptive study is to identify and obtain a description to determine the hazard analysis and critical control point jerky wet processing from start to finish in Catering X Bengkulu City. Sample the food processing wet jerky from raw materials to processed food ready to be served. univariate analysis.
The results showed that the hazard identification based on the raw material there is a danger of physical, chemical and biological risk category 0, III and I, while in wet jerky step in the process are the physical and biological hazards at every stage of the process. Based on the analysis critical control point (CCP) there are 8 CCPs are: reception, washing, frying chili, disclosure meat, washing meat, meat saute stir, storage, unification of meat and sauce. It is advisable for owners Catering X that food handlers employee health checks regularly, wash the meat after disclosure using clean water that is already cooked. The meat should be stored in frezeer.
Keywords: HACCP, Processing In The Wet Jerky, Catering
Daftar Pustaka : 2004-2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena anugerah-Nya peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul "Hazard Analysis Critical Control Point ( HACCP) pada Proses Pengolahan Dendeng Basah di Jasaboga X Kota Bengkulu " ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Karya Tulis Ilmiah ini dapat penulis selesaikan oleh karena mendapatkan bimbingan, pengarahan, masukan dan bantuan dari berbagai pihak. Karenanya penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Darwis, S.Kp., M.Kes, selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Bengkulu atas semua kebijakannya terutama yang berhubungan dengan kelancaran perkuliahan D-III Kesehatan Lingkungan.
2. Bapak Jubaidi, SKM., M.Kes, selaku Ketua Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Bengkulu.
3. Bapak Agus Widada, SKM., M.Kes, selaku wali tingkat dan pembimbing satu yang selalu memberikan arahan, masukan, bantuan dan meluangkan waktu untuk melakukan bimbingan sehingga proposal ini dapat disetujui untuk diujikan dihadapan tim penguji.
4. Ibu Aplina Kartika Sari, SST., M.KL, selaku pembimbing dua yang telah memberikan arahan dengan sabar dalam penyusunan ini.
5. Ibu Yeni Okfrianti, S.TP., MP dan Bapak Jubaidi, SKM., M.Kes selaku penguji satu dan dua yang banyak memberikan masukan, saran dan koreksi yang bermanfaat bagi perbaikan proposal ini.
6. Ayah dan Ibu tercinta serta adik-adikku tersayang yang selalu mendo'akan dan memberi dukungan kepada penulis sampai semuanya dapat berjalan lancar untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
7. Kepada semua teman-teman dan pihak yang telah memberikan dukungan dan moral bagi peneliti sehingga penelitian ini dapat diujikan di hadapan tim penguji.
8. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.
Untuk kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan dari banyak pihak. Penulis ucapkan terimaksih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya dan membalas kebaikan yang telah diberikan dengan pahala yang setimpal.
Bengkulu, Juni 2016
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... iii
ABSTRAK.............................................................................................................. iv
ABSTRAK............................................................................................................... v
KATA PENGANTAR........................................................................................... vi
DAFTAR ISI......................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL.................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. xi
DAFTAR SINGKATAN....................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian.............................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian............................................................................ 7
E. Keaslian Penelitian............................................................................ 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Jasaboga......................................................................... 10
B. Prinsip Higiene Sanitasi Makanan................................................... 12
C. Sumber Kontaminasi........................................................................ 24
D. Pengertian Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP). 25
E. Pedoman penerapan HACCP ada 12 tahapan ................................ 26
1. Pembentukan tim HACCP.......................................................... 26
2. Deskripsi Produk ........................................................................ 27
3. Identifikasi Pengguna yang Dituju............................................. 27
4. Penyusunan Diagram Alir Proses................................................ 28
5. Verifikasi Diagram Alir Proses.................................................... 28
6. Prinsip 1: Analisa Potensi Bahaya .............................................. 29
7. Prinsip 2: Penetapan Critical Control Point (CCP)..................... 32
8. Prinsip 3: Penetapan Critical Limit (CL)..................................... 32
9. Prinsip 4: Penetapan Prosedur Pemantauan Untuk Setiap CCP. 33
10. Prinsip 5: Penetapan Tindakan Koreksi....................................... 34
11. Prinsip 6: Verifikasi Program HACCP........................................ 35
12. Prinsip 7: Perekaman Data (Dokumentasi).................................. 36
F. Kerangka Teori ............................................................................... 38
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian....................................................... 39
B. Kerangka Konsep............................................................................ 39
C. Definisi Operasional........................................................................ 39
D. Sampel............................................................................................. 41
E. Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................... 41
F. Teknik pengumpulan,Pengolahan dan Analisis Data....................... 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Jalannya penelitian........................................................................... 43
B. Hasil penelitian................................................................................ 44
C. Pembahasan .................................................................................... 56
BAB III METODE PENELITIAN
A. Simpulan.......................................................................................... 77
B. Saran ............................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 80
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ................................................................................... 8
Tabel 2.1 Suhu Penyimpanan Bahan Makanan....................................................... 15
Tabel 2.2 Penyimpanan Makanan Jadi/Masak......................................................... 20
Tabel 2.3 Pengelompokan Potensi Bahaya.............................................................. 29
Tabel 2.4 Bahaya Biologi/Mikroorganisme Pada Berbagai Bahan Pangan............. 30
Tabel 2.5 Pengelompokan Bahaya........................................................................... 31
Tabel 2.6 Kategori Risiko Dan Bahan Baku Dan Produk....................................... 31
Tabel 3.1 Defenisi Operasional................................................................................ 37
Tabel 4.1 Deskripsi Produk Dendeng Basah........................................................... 43
Tabel 4.2 Identifikasi Bahaya Pada Bahan Mentah................................................. 45
Tabel 4.3 Penetapan Kelompok Bahaya dan Kategori Resiko Bahan Baku............ 46
Tabel 4.4 Identifikasi Bahaya Pada Proses Pengolahan Dendeng Basah................ 47
Tabel 4.5 Penetapan CCP Menurut Pohon Keputusan untuk Bahan Baku............. 48
Tabel 4.6 Penetapan CCP Menurut Pohon Keputusan untuk Proses Pengolahan... 49
Tabel 4.7 Penetapan Batas Kritis pada Pengolahan Dendeng Basah...................... 50
Tabel 4.8 Penetapan Pemantauan Pengendalian CCP pada Dendeng Basah ......... 51
Tabel 4.9 Penetapan Tindakan Koreksi pada Pengolahan Dendeng Basah............. 53
Tabel 4.10 Penetapan Prosedur Verifikasi pada Pengolahan Dendeng Basah........ 54
Tabel 4.11 Penetapan Prosedur Pencatatan pada Pengolahan Dendeng Basah....... 54
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pangan Yang Tidak Melalui Proses Pemasakan.................................. 12
Gambar 2.2 Pangan Yang Diolah Dan Disajikan Pada Hari Yang Sama................ 12
Gambar 2.3 Pangan Kompleks ............................................................................... 12
Gambar 2.5 Kerangka Teori.................................................................................... 37
Gambar 3.1 Kerangka Konsep................................................................................ 38
Gambar 4.1Diagram Alir Proses Pembuatan Dendeng Basah................................. 44
DAFTAR SINGKATAN
KLB : Kejadian Luar Biasa
APD : Alat Pelindung Diri
WHO : World Health Organization
TPM : Tempat Pengolahan Makanan
HACCP : Hazard Analysis Critical Control Point
HSP : Higiene Sanitasi Pangan
CFR : Case Fatality Rate
MS : Memenuhi Syarat
TMS : Tidak Memenuhi Syarat
CCP : Critical Control Point
CAC : Codex Alimentarius Commission
CL : Critical Limit
TKK : Titik Kendali Kritis
BSN : Badan Standar Nasional
KEPMENKES : Keputusan Mentri Kesehatan
PERMENKES : Peraturan Mentri Kesehatan
pH : Potential of Hydrogen
°C : Derajat Celcius
TPM : Tempat Pengelolaan Makanan
DEPKES : Departement kesehatan
BPOM : Badan Pengawas Obat Makanan
HKS : Hari Kesehatan Sedunia
BTP : Bahan Tambahan Pangan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 |
: |
Surat Izin Penelitian dari Kampus untuk KP2T |
Lampiran 2 |
: |
Surat Izin Penetian dari Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu |
Lampiran 3 |
: |
Surat Izin Penelitian dari Kampus untuk BP2T |
Lampiran 4 |
: |
Surat Izin Penelitian dari Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal |
Lampiran 5 |
: |
Surat Izin Penelitian dari Kampus untuk Catering Anggun |
Lampiran 6 |
: |
Surat Izin Penelitian dari Kampus untuk Laboratorium Kesehatan Provinsi Bengkulu |
Lampiran 7 |
: |
Surat Selesai Penelitian |
Lampiran 8 |
: |
Formulir Identifikasi Bahaya |
Lampiran 9 |
: |
Formulir Penetapan CCP Berdasarkan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku |
Lampiran 10 |
: |
Formulir Penetapan CCP Berdasarkan Pohon Keputusan untuk Proses Pengolahan Dendeng Basah |
Lampiran 11 |
: |
Formulir Penerapan HACCP pada Proses Pengolahan Dendeng Basah Berdasarkan 7 Prinsip HACCP |
Lampiran 12 |
: |
Pohon Keputusan |
Lampiran 13 |
: |
Tabel Penerapan HACCP pada Proses Pengolahan Dendeng Basah Berdasarkan 7 Prinsip HACCP |
Lampiran 14 |
: |
Hasil Pemeriksaan E. Coli dan Salmonella dari Laboratorium Kesehatan Provinsi Bengkulu |
Lampiran 15 |
: |
Dokumentasi |
Lampiran 16 |
: |
Lembar Bimbingan |
Lampiran 17 |
: |
Jadwal Penelitian |
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit bawaan makanan merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat yang paling banyak dan paling membebani yang pernah dijumpai di zaman modern ini. Penyakit tersebut menimbulkan banyak korban dalam kehidupan manusia dan menyebabkan sejumlah besar penderitaan, khususnya di kalangan bayi, anak, lansia dan mereka yang kekebalan tubuhnya terganggu. Sejumlah survei terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit bawaan makanan yang berjangkit di seluruh dunia memperlihatkan bahwa sebagian besar kasus penyakit bawaan makanan terjadi akibat kesalahan penanganan pada saat penyiapan makanan tersebut baik di rumah, jasa Catering, kantin Rumah Sakit, Sekolah atau di pangkalan Militer atau pada saat jamuan makan atau pesta (WHO, 2006).
Pengawasan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) bertujuan untuk melindungi konsumen dari kemungkinan terjadinya keracunan makanan. Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) terdiri dari jasaboga, rumah makan, restoran, warung makan, sentral makanan jajanan dan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) lainnya memiliki potensi yang cukup besar untuk menimblkan gangguan kesehatan atau penyakit bahkan keracunan akibat makanan yang dihasilkannya. Statistik penyakit bawaan makanan yang ada di berbagai negara industri saat ini menunjukkan bahwa 60% disebabkan oleh buruknya teknik penanganan makanan dan terjadi kontaminasi pada saat disajikan di Tempat Pengelolaan Makanan (TPM). Kebersihan pengolah makanan atau higiene pengolah makanan merupakan kunci kebersihan dalam pengolah makanan yang aman dan sehat (Depkes, 2006).
Hasil pemantauan Direktorat Jendral Pencegahan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan tahun 2001 sampai dengan 2005, terdapat 17 kejadian keracunan makanan dengan 2.478 penderita atau 389 orang rata-rata pertahun yang diperkirakan keracunan makanan dari jasaboga. Jumlah tersebut belum termasuk kejadian dibeberapa perusahan yang mengalami keluhan akibat makanan dari jasaboga tetapi belum terlaporkan. Begitu juga hasil pemeriksaan laboratorium sampel makanan dari 30 buah jasaboga yang tersebar di Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur menunjukkan 53,2% tidak memenuhi syarat (Depkes RI, 2006).
Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah higiene sanitasi pangan yang dapat berimbas pada munculnya penyakit bawaan makanan masih sangat besar. Banyaknya permasalahan pangan di Indonesia, disebabkan rendahnya pengetahuan cara mengolah makanan dan minuman secara aman dan kurangnya kinerja bagian Quality Control, serta kurangnya kontrol terhadap kebersihan dan keamanan pangan. Untuk memproduksi produk pangan yang aman dikonsumsi, perlu menggunakan standar-standar keamanan pangan. Salah satu standar keamanan pangan yang diakui di Indonesia adalah Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). HACCP merupakan suatu piranti (sistem) yang digunakan untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan. HACCP diterapkan pada seluruh mata rantai proses pengolahan produk pangan (Tjahja dan Darwin, 2006).
Salah satu kejadian keracunan makanan terjadi pada bulan agustus 2011, menurut hasil investigasi manajemen keselamatan di PT Karya Jaya Samudera kejadian keracunan makanan yang ditemukan pada kru MV. Samudera 02 dikarenakan kru kapal mengkonsumsi makanan yang sudah tidak memenuhi standar. Berdasarkan analisis HACCP terhadap tahapan makanan yang ada di MV. samudra 02 maka proses pembelian, penerimaan, pengolahan bahan makanan dan penyajian makanan menjadi titik kendali kritis yang memerlukan tindakan pengawasan dan perbaikan (Rigel Andonie, 2012).
Pada tahun 2012 tercatat 312 kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan yang tersebar di 33 provinsi, sementara pada tahun 2013 tercatat 233 kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan yang tersebar di 33 provinsi hasil verifikasi data tercatat sampai dengan akhir tahun 2014. Rendahnya Tempat Pengolahan Makanan (TPM) yang memenuhi syarat kesehatan signifikan dengan masih tingginya Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan. Jumlah kejadian KLB keracunan pangan dari tahun 2010 sampai dengan 2014 berturut-turut adalah 190, 177, 312, 233, dan 306 kejadian (Kadek Widiastuti, 2015).
Kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan di Indonesia angkanya masih cukup tinggi. Kejadian yang terlaporkan selama 4 tahun terakhir (2010-2013) terbanyak berasal dari pengelolaan pangan rumah tangga dan diikuti dengan event kegiatan masyarakat seperti pesta atau hajatan rumah tangga. Angka kematian tertinggi terjadi pada tahun 2014 dengan nilai Case fatality Rate (CFR) 0,42% yang berarti terdapat 1 orang meninggal di setiap 200 korban Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan (Kadek Widiastuti, 2015).
Laporan tri-wulan IV Tempet Pengelolaan Makanan (TPM) Dinas Kesehatan Kota Bengkulu (2015), jumlah jasaboga di Kota Bengkulu yaitu 23 jasaboga ( Catering) yang terdata di Dinas Kesehatan Kota Bengkulu, dengan jumlah jasaboga yang memenuhi syarat higiene sanitasi yaitu 5 jasaboga, dan yang tidak memenuhi syarat higiene sanitasi yaitu 18 jasaboga
Hasil penelitian Allfajri weliansyah (2015), tentang higiene dan sanitasi jasaboga Kota Bengkulu didapatkan hasil bahwa jasaboga yang memenuhi syarat (MS) ada 6 jasaboga sedangkan jasaboga yang tidak memenuhi syarat (TMS) ada 10 jasaboga.
Survei yang dilakukan pada tanggal 29 Januari - 06 Febuari 2016, hasil wawancara dengan pemilik Catering serta pengamatan yang dilakukan peneliti. Dilihat dari higiene sanitasi penjamah pengolahan makanan masih belum memenuhi syarat kesehatan sesuai standar Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011, Tentang Higiene sanitasi jasaboga. Tenaga/karyawan pengolah makanan tidak memiliki sertifikat kursus higiene sanitasi makanan, tidak memiliki surat keterangan sehat dari dokter, pada proses pengolahan makanan tenaga penjamah makanan tidak memakai celemek dan sarung tangan plastik sekali pakai, dan masih kurangnya pengetahuan tenaga kerja terhadap Pola Hidup Bersih Sehat yaitu selalu mencuci tangan sebelum berkerja/menjamah makanan dan setelah keluar dari kamar kecil. Pada proses pengolahan dendeng basah, dendeng basah dimasak sehari sebelum pesta, tempat penyimpanan dendeng basah diletakkan didalam baskom dan ditutup kertas koran/tampan, pada proses pencucian dendeng tidak dicuci di air mengalir setelah itu disaring menggunakan wadah keranjang dan diletakkan dilantai yang basah dan sedikit kotor. Sehingga dapat menyebabkan kontaminasi fisik maupun biologi terhadap makanan yang diolah. Berdasarkan survei tersebut peneliti ingin melakukan analisis HACCP pada jasaboga X Kota Bengkulu untuk menentukan analisis bahaya dan titik kendali kritis pada proses pengolahan dendeng basah.
Daging merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroba karena: memiliki kadar air yang tinggi (68,75%), kaya akan zat yang mengandung nitrogen, kaya akan mineral untuk pertumbuhan mikroba dan mengandung mikroba yang menguntungkan bagi mikroba lain (Betty dan Yendri, 2007). Perlakuan ternak sebelum pemotongan akan berpengaruh terhadap jumlah mikroba yang terdapat dalam daging. Ternak yang baru diangkut dari tempat lain hendaknya tidak dipotong sebelum cukup istirahat, karena akan meningkatkan jumlah bakteri dalam daging dibandingkan dengan ternak yang masa istirahatnya cukup.
Daging yang tercemar mikroba melebihi ambang batas akan menjadi berlendir, berjamur, daya simpannya menurun, berbau busuk, rasa tidak enak, dan menyebabkan gangguan kesehatan bila dikonsumsi (Djaafar dan Rahayu, 2007). Mikroba yang dapat mencemari daging antara lain adalah Salmonella sp., E. coli, Coliform, Staphylococcus sp., dan Pseudomonas.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada proses pengolahan dendeng basah di jasaboga X Kota Bengkulu?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada proses pengolahan dendeng basah di jasaboga X Kota Bengkulu.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya deskripsi produk dan diagram alir proses pengolahan dendeng basah di jasaboga X Kota Bengkulu.
b. Diketahuinya analisa bahaya pada proses pengolahan dendeng basah di jasaboga X Kota Bengkulu.
c. Diketahuinya Critical Control Point (CCP) pada proses pengolahan dendeng basah di jasaboga X Kota Bengkulu.
d. Diketahuinya batas kritis pada proses pengolahan dendeng basah di jasaboga X Kota Bengkulu.
e. Diketahuinya sistem untuk memantau pengendalian TKK (CCP) pada proses pengolahan dendeng basah di jasaboga X Kota Bengkulu.
f. Diketahuinya tindakan koreksi yang harus dilakukan jika terjadi penyimpangan setelah pemantauan.
g. Diketahuinya prosedur verifikasi
h. Diketahuinya prosedur pencatatan atau dokumentasi
D. Manfaat penelitian
1. Bagi Tempat Jasaboga
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu informasi dan dapat diterapkan dalam pengolahan makanan.
2. Bagi Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna menjadi salah satu bahan pustaka untuk menentukan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada proses pengolaahan dendeng basah di Jasaboga.
3. Bagi Peneliti Lainnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan menjadi salah satu masukan dan acuan tambahan sebagai dasar untuk penelitian yang serupa bagi peneliti lainnya
E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No |
Judul Penelitian |
Nama |
Tahun |
Jenis Penelitian |
Hasil Penelitian |
Perbedaan Penelitian |
1. |
Desain Sistem Keamanan Pangan Hazard Analysis And Critical Conrol Point (HACCP) Pada Proses Produksi Gula PG. Kebon Agung Malang |
Aminuddin Fakmi, dkk |
2015 |
Deskriptif |
Didapatkan 9 titik kendali kritis atau critical control point (CCP) pada proses pencucian, pemberian Desinfektan, penambahan asam phospat, penambahan susu kapur, pelepasan gas-gas sisa reaksi, penambahan flocculantr, pemberian Fondan |
Penelitian yang pernah Dilakukan oleh Aminudin, dkk menggunakan sampel gula dan dilaksankan di PG. Kebon Agung Malang sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti menggunakan sampel dendeng basah dan dilaksanakan di jasaboga X Kota Bengkulu |
2. |
Penerapan Sistem Hazard Analysis And Critical Control Point Pada Proses Pembuatan Keripik Tempe |
Rahmi, Yuniarti, dkk |
2015 |
Deskriptif |
Didapatkan 3 jenis potensi bahaya, dan 3 critical control point (CCP) |
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Rahmi, dkk menggunakan sampel kripik tempe sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti menggunakan sampel dendeng basah dilakukan di jasaboga X Kota Bengkulu |
3. |
Konsep Pengendalian Mutu Dan Hazard Analysis And Critical Conrol Point (HACCP) Nata De Cassava Di Home Industri Inti Cassava, Bantul, Yogyakarta |
Ririn Setyantini |
2011 |
Deskriptif |
Didapatkan 3 titik kendali kritis (CCP) yaitu pada proses perebusan limbah cair tapioca, pendinginan dan pemberian starter (inkulasi) |
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Ririn menggunakan sampel nata de cassava dan dilaksankan di Home Industri Inti Cassava, sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti menggunakan sampel dendeng basah dan dilaksanakan di jasaboga X Kota Bengkulu |
4. |
Kajian Pelaksanaan Keamanan Makanan Berdasarkan HACCP Di MV. Samudra 02 milik PT Karya Jaya Samudra |
Rigel Andonie |
2012 |
Deskriptif |
Terdapat 4 titik kendali kritis (CCP) yaitu pada proses pembelian, penerimaan, pengolahan bahan makanan dan penyajian makanan |
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Rigel menggunakan sampel dan dilaksankan Di MV. Samudra 02 Milik PT Karya Jaya Samudra sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti menggunakan sampel dendeng basah dan dilaksanakan di jasaboga X Kota Bengkulu |
5. |
Analisis Identifikasi Bahaya dalam Proses Pembuatan Makanan Enteral dengan HACCP di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu |
Serlin Arianti |
2013 |
Deskriptif |
Terdapat 3 bahaya yaitu bahaya fisik, kimia, biologi (mikrobiologi), kategori resiko tinggi yaitu resiko VI. Dan terdapat 2 CCP yaitu titik kendali kritis pada pemorsian dan pada pendistribusian |
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Serlin menggunakan sampel makanan Enteral dan dilaksankan di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti menggunakan sampel dendeng basah dan dilaksanakan di jasaboga X Kota Bengkulu |
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Jasaboga
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011, Tentang Higiene sanitasi jasaboga. Pengolahan makanan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penerimaan bahan mentah atau makanan terolah, pembuatan, pengubahan bentuk, pengemasan, pewadahan, pengangkutan dan penyajian. Bahan makanan adalah semua bahan baik terolah maupun tidak, termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong.
Jasaboga adalah usaha pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan yang dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha. Berdasarkan luas jangkauan pelayanan dan kemungkinan besarnya risiko yang dilayani, jasaboga dikelompokkan dalam golongan A, golongan B, dan golongan C.
1. Jasaboga golongan A
Jasaboga golongan A yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, yang terdiri atas golongan A1, A2, dan A3. Jasaboga golongan A1 yaitu Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan pengolahan makanan yang menggunakan dapur rumah tangga dan dikelola oleh keluarga. Jasaboga golongan A2 Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum dengan pengolahan yang menggunakan dapur rumah tangga dan memperkerjakan tenaga kerja. Jasaboga golongan A3 yaitu Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum dengan pengolahan yang menggunakan dapur khusus dan memperkerjakan tenaga kerja.
2. Jasaboga golongan B
Jasaboga golongan B yaitu Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat khusus untuk asrama jemaah haji, asrama transito, pengeboran lepas pantai, perusahaan serta angkutan umum dalam negeri dengan pengolahan yang menggunakan dapur khusus dan mempekerjakan tenaga kerja.
3. Jasaboga golongan C
Jasaboga golongan C yaitu Jasaboga yang melayani kebutuhan alat angkutan umum internasional dan pesawat udara dengan pengolahan yang menggunakan dapur khusus dan memperkerjakan tenaga kerja.
Kekahsan pangan yang dihasilkan oleh industri jasaboga yaitu jenis pangan yang diproduksi dan disajikan amat banyak dan beragam, bahan baku yang digunakan juga banyak jeneisnya. Dalam menyusun rencana HACCP pangan yang dihasilkan industri jasaboga, digunakan pendekatan yang berbeda dari pada dengan yang digunakan untuk pangan oleh industri lainnya, produk dikelompokkan berdasarkan diagram alir yaitu ada 3 kelompok diagram alir pada gambar 2.1, 2.2, 2.3. (Ratih dewanti Hariyadi. 2007).
Penerimaan bahan baku (receive) Penyimpanan bahan baku (store) Penyiapan (prepare) Penyimpanan produk (hold) Penyajian produk (serve) |
Gambar 2.1 Pangan Yang Tidak Melalui Proses Pemasakan
Penerimaan bahan baku (receive)
Penyimpanan bahan baku (store)
Penyiapan (prepare) Pemasakan (cook) Penyimpanan produk (hold) Penyajian produk (serve) |
Gambar 2.2. Pangan Yang Diolah Dan Disajikan Pada Hari Yang Sama
Penerimaan bahan baku (receive) Penyimpanan bahan baku (store) Penyiapan (prepare) Pemasakan (cook) Pendinginan produk (cool) Pemenasan kembali produk (reheat) Penyimpanan panas produk (hot hold) Penyajian produk (serve) |
Gambar 2.3 Pangan Kompleks
B. Prinsip Higiene Sanitasi Makanan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011, Tentang Higiene sanitasi jasaboga. Pengelolaan makanan pada jasaboga harus menerapkan prinsip higiene sanitasi makanan mulai dari pemilihan bahan makanan sampai dengan penyajian makanan. Khusus untuk pengolahan makanan harus memperhatikan kaidah cara pengolahan makanan yang baik. Prinsip higiene sanitasi makanan meliputi :
1. Pemilihan bahan makanan
a. Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan sebelum dihidangkan seperti :
1) Daging, susu, telor, ikan/udang, buah dan sayuran harus dalam keadaan baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna dan rasa, serta sebaiknya berasal dari tempat resmi yang diawasi.
2) Jenis tepung dan biji-bijian harus dalam keadaan baik, tidak berubah warna, tidak bernoda dan tidak berjamur.
3) Makanan fermentasi yaitu makanan yang diolah dengan bantuan mikroba seperti ragi atau cendawan, harus dalam keadaan baik, tercium aroma fermentasi, tidak berubah warna, aroma, rasa serta tidak bernoda dan tidak berjamur.
b. Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dipakai harus memenuhi persyaratan sesuai peraturan yang berlaku. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 722/MENKES/PER/X/88 Tentang Bahan Tambahan Makanan. Bahan tambahan makanan yang diizinkan digunakan pada makanan terdiri dari golongan : antioksidan (Antioxidant), antikempal (Anticaking Agent), pengatur keasaman (Acidity Regulator), pemanis buatan (Artificial Sweetener), pemutih dan pematang tepung (Flour Treatment Agent), pengemulsi, pemantap, pengental ( Emulsifier, Stabilizer, Thickener), pengawet (Preservative), pengeras (Firming Agent), Pewarna (Colour), penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (Flavour, Flavour Erhaucer), sekuestran (Sequestrant).
c. Makanan olahan pabrik yaitu makanan yang dapat langsung dimakan tetapi digunakan untuk proses pengolahan makanan lebih lanjut yaitu :
1) Makanan dikemas
a) Mempunyai label dan merk
b) Terdaftar dan mempunyai nomor daftar
c) Kemasan tidak rusak/pecah atau kembung
d) Belum kadaluwarsa
e) Kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan
2) Makanan tidak dikemas
a) Baru dan segar
b) Tidak basi, busuk, rusak atau berjamur
c) Tidak mengandung bahan berbahaya
2. Penyimpanan bahan makanan
a. Tempat penyimpanan bahan makanan harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi baik oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya maupun bahan berbahaya.
b. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired first out (FEFO) yaitu bahan makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang mendekati masa kadaluarsa dimanfaatkan/ digunakan lebih dahulu.
c. Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan makanan contohnya bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam lemari pendingin dan bahan makanan kering disimpan ditempat yang kering dan tidak lembab.
d. Penyimpanan bahan makanan harus memperhatikan suhu sebagai berikut :
Tabel 2.1 Suhu Penyimpanan Bahan Makanan
No |
Jenis Bahan Makanan |
Digunakan dalam waktu |
||
3 hari atau Kurang |
1 minggu atau Kurang |
1 minggu atau Lebih |
||
1) |
Daging, ikan, udang dan olahannya |
-50 s/d 00C |
-100 s/d -50 C |
> -100 C |
2) |
Telor, susu dan olahannya |
50 s/d 70 C |
-50 s/d 00 C |
> -50 C |
3) |
Sayur, buah dan minuman |
100 C |
100 C |
100 C |
4) |
Tepung dan biji |
250 C atau suhu ruang |
250 C atau suhu ruang |
250 C atau suhu ruang |
Sumber :Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011, Tentang Higiene sanitasi jasaboga
e. Ketebalan dan bahan padat tidak lebih dari 10 cm
f. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan : 80% - 90%
g. Penyimpanan bahan makanan olahan pabrik
Makanan dalam kemasan tertutup disimpan pada suhu + 10
h. Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Jarak bahan makanan dengan lantai : 15 cm
2) Jarak bahan makanan dengan dinding : 5 cm
3) Jarak bahan makanan dengan langit-langit : 60 cm
3. Pengolahan makanan
Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan jadi/masak atau siap santap, dengan memperhatikan kaidah cara pengolahan makanan yang baik yaitu:
a. Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi persyaratan teknis higiene sanitasi untuk mencegah risiko pencemaran terhadap makanan dan dapat mencegah masuknya lalat, kecoa, tikus dan hewan lainnya.
b. Menu disusun dengan memperhatikan:
1) Pemesanan dari konsumen
2) Ketersediaan bahan, jenis dan jumlahnya
3) Keragaman variasi dari setiap menu
4) Proses dan lama waktu pengolahannya
5) Keahlian dalam mengolah makanan dari menu terkait
c. Pemilihan bahan sortir untuk memisahkan/membuang bagian bahan yang rusak/afkir dan untuk menjaga mutu dan keawetan makanan serta mengurangi risiko pencemaran makanan.
d. Peracikan bahan, persiapan bumbu, persiapan pengolahan dan prioritas dalam memasak harus dilakukan sesuai tahapan dan harus higienis dan semua bahan yang siap dimasak harus dicuci dengan air mengalir.
e. Peralatan
1) Peralatan yang kontak dengan makanan
a) Peralatan masak dan peralatan makan harus terbuat dari bahan tara pangan (food grade) yaitu peralatan yang aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan.
b) Lapisan permukaan peralatan tidak larut dalam suasana asam/basa atau garam yang lazim terdapat dalam makanan dan tidak mengeluarkan bahan berbahaya dan logam berat beracun seperti: Timah Hitam (Pb), Arsenikum (As), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Cadmium (Cd), Antimon (Stibium) dan lain-lain.
c) Talenan terbuat dari bahan selain kayu, kuat dan tidak melepas bahan beracun.
d) Perlengkapan pengolahan seperti kompor, tabung gas, lampu, kipas angin harus bersih, kuat dan berfungsi dengan baik, tidak menjadi sumber pencemaran dan tidak menyebabkan sumber bencana (kecelakaan).
2) Wadah penyimpanan makanan
a) Wadah yang digunakan harus mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna dan dapat mengeluarkan udara panas dari makanan untuk mencegah pengembunan (kondensasi).
b) Terpisah untuk setiap jenis makanan, makanan jadi/masak serta makanan basah dan kering.
3) Peralatan bersih yang siap pakai tidak boleh dipegang di bagian yang kontak langsung dengan makanan atau yang menempel di mulut.
4) Kebersihan peralatan harus tidak ada kuman Eschericia coli (E.coli) dan kuman lainnya.
5) Keadaan peralatan harus utuh, tidak cacat, tidak retak, tidak gompal dan mudah dibersihkan.
f. Persiapan pengolahan harus dilakukan dengan menyiapkan semua peralatan yang akan digunakan dan bahan makanan yang akan diolah sesuai urutan prioritas.
g. Pengaturan suhu dan waktu perlu diperhatikan karena setiap bahan makanan mempunyai waktu kematangan yang berbeda. Suhu pengolahan minimal 90 agar kuman patogen mati dan tidak boleh terlalu lama agar kandungan zat gizi tidak hilang akibat penguapan.
h. Prioritas dalam memasak
1) Dahulukan memasak makanan yang tahan lama seperti goreng-gorengan yang kering
2) Makanan rawan seperti makanan berkuah dimasak paling akhir
3) Simpan bahan makanan yang belum waktunya dimasak pada kulkas/lemari es
4) Simpan makanan jadi/masak yang belum waktunya dihidangkan dalam keadaan panas
5) Perhatikan uap makanan jangan sampai masuk ke dalam makanan karena akan menyebabkan kontaminasi ulang.
6) Tidak menjamah makanan jadi/masak dengan tangan tetapi harus menggunakan alat seperti penjepit atau sendok.
7) Mencicipi makanan menggunakan sendok khusus yang selalu dicuci
i. Higiene penanganan makanan
1) Memperlakukan makanan secara hati-hati dan seksama sesuai dengan prinsip higiene sanitasi makanan
2) Menempatkan makanan dalam wadah tertutup dan menghindari penempatan makanan terbuka dengan tumpang tindih karena akan mengotori makanan dalam wadah di bawahnya.
4. Penyimpanan makanan jadi/masak
a. Makanan tidak rusak, tidak busuk atau basi yang ditandai dari rasa, bau, berlendir, berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya cemaran lain.
b. Memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan ketentuan yang berlaku.
1) Angka kuman E. coli pada makanan harus 0/gr contoh makanan.
2) Angka kuman E. coli pada minuman harus 0/gr contoh minuman.
c. Jumlah kandungan logam berat atau residu pestisida, tidak boleh melebihi ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku.
d. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired first out (FEFO) yaitu makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang mendekati masa kedaluwarsa dikonsumsi lebih dahulu.
e. Tempat atau wadah penyimpanan harus terpisah untuk setiap jenis makanan jadi dan mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi berventilasi yang dapat mengeluarkan uap air.
f. Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah. Penyimpanan makanan jadi harus memperhatikan suhu sebagai berikut:
Tabel 2.2 Penyimpanan Makanan Jadi /Masak
No |
Jenis Bahan Makanan |
Suhu Penyimpanan |
||
Disajikan dalam waktu lama
|
Akan segera disajikan |
Belum segera disajikan |
||
1) |
Makanan kering |
250 s/d 300C |
- |
- |
2) |
Makanan basah (berkuah) |
- |
>60 0 C |
-100 C |
3) |
Makanan cepat basi (santan, telur, susu) |
- |
0 C |
-5 s/d-10 C |
4) |
Makanan disajikan dingin |
- |
-5 s/d-100 C |
< 10 0 C |
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011, Tentang Higiene sanitasi jasaboga
5. Pengangkutan makanan
a. Pengangkutan bahan makanan
1) Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3).
2) Menggunakan kendaraan khusus pengangkut bahan makanan yang higienis.
3) Bahan makanan tidak boleh diinjak, dibanting dan diduduki.
4) Bahan makanan yang selama pengangkutan harus selalu dalam keadaan dingin, diangkut dengan menggunakan alat pendingin sehingga bahan makanan tidak rusak seperti daging, susu cair dan sebagainya.
b. Pengangkutan makanan jadi/masak/siap santap
1) Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3).
2) Menggunakan kendaraan khusus pengangkut makanan jadi/masak dan harus selalu higienis.
3) Setiap jenis makanan jadi mempunyai wadah masing-masing dan bertutup.
4) Wadah harus utuh, kuat, tidak karat dan ukurannya memadai dengan jumlah makanan yang akan ditempatkan.
5) Isi tidak boleh penuh untuk menghindari terjadi uap makanan yang mencair (kondensasi).
6) Pengangkutan untuk waktu lama, suhu harus diperhatikan dan diatur agar makanan tetap panas pada suhu 60 atau tetap dingin pada suhu 40 .
6. Penyajian makanan
a. Makanan dinyatakan laik santap apabila telah dilakukan uji organoleptik dan uji biologis dan uji laboratorium dilakukan bila ada kecurigaan.
1) Uji organoleptik yaitu memeriksa makanan dengan cara meneliti dan menggunakan 5 (lima) indera manusia yaitu dengan melihat (penampilan), meraba (tekstur, keempukan), mencium (aroma), mendengar (bunyi misal telur), menjilat (rasa). Apabila secara organoleptik baik maka makanan dinyatakan laik santap.
2) Uji biologis yaitu dengan memakan makanan secara sempurna dan apabila dalam waktu 2 (dua) jam tidak terjadi tanda - tanda kesakitan, makanan tersebut dinyatakan aman.
3) Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui tingkat cemaran makanan baik kimia maupun mikroba. Untuk pemeriksaan ini diperlukan sampel makanan yang diambil mengikuti standar/prosedur yang benar dan hasilnya dibandingkan dengan standar yang telah baku.
b. Tempat penyajian
Perhatikan jarak dan waktu tempuh dari tempat pengolahan makanan ke tempat penyajian serta hambatan yang mungkin terjadi selama pengangkutan karena akan mempengaruhi kondisi penyajian. Hambatan di luar dugaan sangat mempengaruhi keterlambatan penyajian.
c. Cara penyajian
Penyajian makanan jadi/siap santap banyak ragam tergantung dari pesanan konsumen yaitu :
1) Penyajian meja (table service) yaitu penyajian di meja secara bersama, umumnya untuk acara keluarga atau pertemuan kelompok dengan jumlah terbatas 10 sampai 20 orang.
2) Prasmanan (buffet) yaitu penyajian terpusat untuk semua jenis makanan yang dihidangkan dan makanan dapat dipilih sendiri untuk dibawa ke tempat masing-masing.
3) Saung (ala carte) yaitu penyajian terpisah untuk setiap jenis makanan dan setiap orang dapat mengambil makanan sesuai dengan kesukaannya.
4) Dus (box) yaitu penyajian dengan kotak kertas atau kotak plastik yang sudah berisi menu makanan lengkap termasuk air minum dan buah yang biasanya untuk acara makan siang.
5) Nasi bungkus (pack/wrap) yaitu penyajian makanan dalam satu campuran menu (mix) yang dibungkus dan siap santap.
6) Layanan cepat (fast food) yaitu penyajian makanan dalam satu rak makanan (food counter) di rumah makan dengan cara mengambil sendiri makanan yang dikehendaki dan membayar sebelum makanan tersebut dimakan.
7) Lesehan yaitu penyajian makanan dengan cara hidangan di lantai atau meja rendah dengan duduk di lantai dengan menu lengkap.
d. Prinsip penyajian
1) Wadah yaitu setiap jenis makanan di tempatkan dalam wadah terpisah, tertutup agar tidak terjadi kontaminasi silang dan dapat memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan makanan.
2) Kadar air yaitu makanan yang mengandung kadar air tinggi (makanan berkuah) baru dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk mencegah makanan cepat rusak dan basi.
3) Pemisah yaitu makanan yang ditempatkan dalam wadah yang sama seperti dus atau rantang harus dipisah dari setiap jenis makanan agar tidak saling campur aduk.
4) Panas yaitu makanan yang harus disajikan panas diusahakan tetap dalam keadaan panas dengan memperhatikan suhu makanan, sebelum ditempatkan dalam alat saji panas (food warmer/bean merry) makanan harus berada pada suhu > 60 .
5) Bersih yaitu semua peralatan yang digunakan harus higienis, utuh, tidak cacat atau rusak. Handling yaitu setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak kontak langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir.
6) Edible part yaitu semua yang disajikan adalah makanan yang dapat dimakan, bahan yang tidak dapat dimakan harus disingkirkan. Tepat penyajian yaitu pelaksanaan penyajian makanan harus tepat sesuai dengan seharusnya yaitu tepat menu, tepat waktu, tepat tata hidang dan tepat volume (sesuai jumlah).
C. Sumber Kontaminasi
Kontaminasi adalah masuknya kontaminan ke dalam makanan. Kontaminan adalah bahan biologi atau kimia, bahan asing atau bahan lain yang tidak sengaja ditambahkan pada makanan yang dapat membahayakan keamanan pangan. Orang yang bertugas menangani makanan merupakan sumber kontaminan terbesar yang dapat mentransfer mikroorganisme pada makanan dari kulit, hidung, kotoran dan juga dari makanan terkontaminasi yang ditangani. Mikroorganisme dapat ditemukan diberbagai tempat yaitu tanah, udara, air. Hal ini menyebabkan makanan sulit dihindarkan dari kontaminasi mikroorganisme, bahkan sejak dipanen, diolah, disimpan dan didistribusikan, makanan akan selalu terkontaminasi oleh mikroorganisme. (Rusdin Rauf , 2013)
Kontaminasi bakteri pada makanan dapat terjadi pada bahan makanan, air, wadah makanan, tangan penyaji ataupun pada makanan yang sudah siap disajikan. Seperti pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Djaja (2005), kontaminasi pada bahan makanan sebanyak 40,0%, kontaminasi air sebanyak 12,9%, kontaminasi makanan matang 7,5%, kontaminasi pewadahan makanan 16,9%, kontaminasi tangan 12,5%, dan kontaminasi makanan disajikan 12,2%. Suhu pemasakan rata-rata 99,5%, lama pemasakan 20,6 menit, suhu penyimpanan 28,9 , lama penyimpanan 409,2 menit, dan suhu penyajian 28,7 Hal tersebut menunjukkan kontaminasi paling banyak terdapat pada bahan makanan.
D. Pengertian Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)
Sistem keamanan pangan berdasarkan Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP )didasarkan pada ilmu pengetahuan dan sistematika dalam megidentifikasi bahaya serta tindakan pengendaliannya, HACCP adalah suatu piranti untuk menilai suatu bahaya spesifik dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan dari pada mengandalkan pengujian produk akhir (Thaheer, 2005).
Konsep HACCP merupakan suatu metode manajemen keamanan pangan yang bersifat sistemmatis dan didasarkan pada prinsip-prinsip yang sudah dikenal, yang ditujukan untuk mengidentifikasi hazard (bahaya) yang kemungkinan dapat terjadi pada setiap tahapan dalam rantai persediaan makanan dan tindakan pengendalian ditempatkan untuk mencegah munculnya hazard tersebut (Habibie, 2010).
Bahaya adalah suatu kemungkinan terjadinya masalah atau resiko secara fisik, kimia dan biologi dalam suatu produk pangan yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia. Beberapa bahaya yang ada dapat dicegah atau diminimalkan melalui penerapan prasyaratan dasar pendukung sistem HACCP seperti Good Manufacturing practices (GMP), Sanitation Standard Operational Procedur (SSOP), Sanitation Standard Operational (SOP) dan sistem pendukung lainnya (Habibie, 2010).
Indonesia mengadopsi sistem HACCP versi Codex Alimentarius Commission( CAC) dan menuangkannya dalam acuan SNI 01-4852-1998 tentang Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik-Titik Kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya yaitu Pedoman BSN 1004/1999.
E. Pedoman penerapan HACCP ada 12 tahapan
1. Pembentukan Tim HACCP
Langkah awal yang harus dilakukan dalam penyusunan rencana HACCP adalah membentuk Tim HACCP yang melibatkan semua komponen dalam industri yang terlibat dalam menghasilkan produk pangan yang aman. Tim HACCP sebaiknya terdiri dari individu-individu dengan latar belakang pendidikan atau disiplin ilmu yang beragam, dan memiliki keahlian spesifik dari bidang ilmu yang bersangkutan, misalnya ahli mikrobiologi, ahli mesin/ engineer, ahli kimia, dan lain sebagainya sehingga dapat melakukan brainstorming dalam mengambil keputusan. Jika keahlian tersebut tidak dapat diperoleh dari dalam perusahaan, saran-saran dari para ahli dapat diperoleh dari luar (SNI, 1998).
2. Deskripsi Produk
Deskripsi lengkap mengenai produk sebaiknya disusun termasuk informasi keamanan yang relevan seperti komposisi, struktur fisika/kimia (termasuk a w, pH, dan lain-lain), perlakuan mikrosidal/statis (perlakuan pemanasan, pembekuan, penggaraman, pengasapan, dan lain-lain, pengemasan, kondisi penyimpanan dan daya tahan serta metode pendistribusiannya. Pada perusahaan yang memiliki berbagai macam produk misalnya perusahaan katering, pengelompokkan produk yang memiliki karakteristik atau tahapan proses yang serupa akan efektif untuk tujuan pengembangan rencana HACCP (SNI, 2011).
3. Identifikasi Pengguna Yang Dituju
Pada tahap ini dilakukan pengidentifikasian cara penggunaan produk oleh konsumen, cara penyajian serta kelompok konsumen yang mengkonsumsi produk. Penting diketahui apakah produk akan langsung dikonsumsi (ready to eat) atau akan dimasak atau manjadi campuran untuk masakan (Aminuddin, Dkk, 2015). Harus diingat terdapat kelompok konsumen berisiko tinggi yang meliputi bayi, lansia, kelompok immunocompromised : ibu hamil, orang sakit, orang yang menjalani kimoterapi, pasien AIDS ( Sutrisno Koswara, 2009).
4. Penyusunan Diagram Alir Proses
Penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan dengan mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk makanan untuk disimpan. Pada beberapa jenis produk terkadang disusun diagram alir proses sampai dengan cara pendistribusian produk tersebut. Diagram alir proses disusun dengan tujuan untuk menggambarkan keseluruhan proses produksi. Diagram alir proses ini selain bermanfaat untuk membantu menyusun HACCP plan, dapat juga berfungsi sebagai pedoman bagi orang atau lembaga lainnya yang ingin mengerti proses dan verifikasinya (Aminuddin, Dkk, 2015).
5. Verifikasi Diagram Alir Proses
Agar diagram alir proses yang dibuat lebih lengkap dan sesuai dengan pelaksanaan di lapangan, maka tim HACCP harus meninjau operasinya untuk menguji dan membuktikan ketepatan serta kesempurnaan diagram alir proses tersebut. Diagram alir proses yang telah dibuat dan diverifikasi harus didokumentasikan. Tim HACCP harus mengecek ulang alur produksi dari sejak penerimaan bahan baku sampai dengan pengemasan atau penyimpanan atau pendistribusian / penyajian dengan cara turun langsung ke lapang (bagian penerimaan, ruang produksi, tempat penyimpanan, tempat\ penyajian, dsb) untuk mengecek diagram alir yang telah disusun oleh tim HACCP. Verifikasi dilakukan dengan Pengamatan di lapang, Wawancara dengan petugas, manajer, dan sebagainya, Pengamatan operasi rutin dan tidak rutin
6. Analisa Potensi Bahaya (Prinsip 1)
Tujuan analisis bahaya adalah untuk mengenali bahaya-bahaya apa saja yang mungkin terjadi dalam suatu proses pengolahan sejak awal hingga ke tangan konsumen. Analisis bahaya terdiri dari tiga tahap yaitu, identifikasi bahaya, penetapan tindakan pencegahan (preventive measure), dan penentuan kategori resiko atau signifikansi suatu bahaya. Dengan demikian, perlu dipersiapkan daftar bahan mentah dan ingridient yang digunakan dalam proses, diagram alir proses yang telah diverifikasi, serta deskripsi dan penggunaan produk yang mencakup kelompok konsumen beserta cara konsumsinya, cara penyimpanan, dan lain sebagainya. Bahaya (hazard) adalah suatu kemungkinan terjadinya masalah atau resiko secara fisik, kimia dan biologi dalam suatu produk pangan yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia.
Tabel 2.3 Pengelompokan Potensi Bahaya
Jenis Bahaya |
Contoh |
Biologi |
Bakteri, Virus, Kapang, Protozoa dari serangga |
Kimia |
Toksin alami (sianida), alergan, pestisida mikotosin, bahan tambahan pangan yang tidak diinginkan |
Fisik |
Kerikil, logam, kaca , rambut, debu, kuku |
Sumber : Rusdin Rauf ,2013. Sanitasi Pangan dan HACCP
Bahaya biologi merupakan bahaya yang mendapatkan perhatian paling besar dalam analisis HACCP karena sebagian besar kasus keracunan makanan disebabkan oleh mikroorganisme. Setiap jenis mikrobia mengkontaminasi jenis makanan yang berbeda, tergantung pada kesesuaian zat gizi yang terdapat pada makanan dengan kebutuhan mikroorganisme dan sumber bahan makanan tersebut (Rusdin Rauf ,2013).
Tabel 2.4 Bahaya Biologi/Mikroorganisme Pada Berbagai Bahan Pangan
Jenis Bahan Pangan |
Mikroorganisme |
Daging sapi |
Salmonella, C. perfringens, S. aureus, C. jejuni, L. monocytogenes, Y. enterocolitica, E. Coli |
Daging unggas |
Salmonella, C. perfringens, S. aureus, C. jejuni, shigeila |
Susu |
Salmonella, S. aureus, C.jejuni, L. monocytogenes, Y. enterocolitica, Streptococci |
Telur |
Salmonella, Streptococci, S. aureus, |
Buah |
Parasit, Shigella spp, L. monocytogenes, E. Coil |
Sayuran |
Parasit, Shigella spp, L. monocytogenes, E. coil, B. Cereus |
Ikan & hasil laut |
Parasit, V. parahaemolyticus, V. cholera, Salmonella |
Beras |
B. cereus |
Singkong & Umbi-umbian |
B. cereus |
Serealia |
C. perfringens, B. Cereus |
Kacang |
B. cereus |
Rempah-rempah |
B. cereus |
Sumber : Rusdin Rauf ,2013. Sanitasi Pangan dan HACCP
Hasil penelitian analisis bahaya pada proses pengolahan bola-bola daging di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Mohammad Hoesin Palembang terdapat bahaya fisik yang dinilai potensial untuk muncul adalah pada tahap penumisan. Bahaya biologi yang potensial muncul berupa bakteri patogen. Selain itu, juga terdapat bahaya kimia yang berasal dari dua sumber, yaitu alat penggorengan yang berkarat dan terkelupas serta bahan kimia nitrit dan nitrat yang berpotensi terkandung di dalam daging giling sebagai bahan pewarna dan pengawet. (Inoy Trisnaini, 2012).
Penentuan kelompok bahaya dari bahan baku, produk awal, dan produk akhir, yang dibagi dalam 6 kelompok bahaya, yaitu bahaya A, B, C, D, E dan F.
Tabel 2.5 Pengelompokan Bahaya
Kelompok Bahaya |
Keterangan |
A |
Makanan non-steril untuk golongan berisiko tinggi, seperti bayi, balita, pasien, lansia, ibu hamil, ibu menyusui. |
B |
Makanan yang tersusun atas bahan yang sensitif terhadap potensi bahaya biologi, kimia atau fisik |
C |
Dalam pengolahan tidak terdapat tahap yang dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya biologi, kimia atau fisik hingga batas yang dapat diterima. |
D |
Makanan kemungkinan mengalami pencemaran kembali setelah pengolahandari sebelum pengemasan / penyajian. |
E |
Makanan kemungkinan mengalami pencemaran kembali atau penanganan yang kurang tepat selama distribusi hingga diterima konsumen. |
F |
Makanan yang tidak mengalami proses pemanasan setelah pengemasan hingga disantap oleh konsumen untuk menghilangkan bahaya biologi. Tidak ada cara bagi konsumen untuk mendeteksi, menghilangkan atau mengurangi potensi bahaya kimia dan fisik. |
Sumber : Rusdin Rauf ,2013. Sanitasi Pangan dan HACCP
Setelah ditentukan kelompok bahaya dari bahan baku dan produk, selanjutnya ditentukan kategori risiko dari setiap bahan baku, bahan dan produk. Katagori risiko terbagimenjadi tujuh, yaitu kategori 0 sampai VI.
Tabel 2.6 Kategori Risiko Dan Bahan Baku Dan Produk
Kategori Risiko |
Keterangan |
0 |
Tidak mengandung bahaya A - F |
I |
Mengandung 1 bahaya B - F |
II |
Mengandung 2 bahaya B - F |
III |
Mengandung 3 bahaya B - F |
IV |
Mengandung 4 bahaya B - F |
V |
Mengandung 5 bahaya B - F |
VI |
Mengandung bahaya A, dengan atau tanpa bahaya B - F |
Sumber : Rusdin Rauf ,2013. Sanitasi Pangan dan HACCP
7. Penetapan Critical Control Point (Prinsip 2)
Critical Control Point (CCP) didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima. Penentuan suatu CCP dalam sistem HACCP dapat dipermudah dengan penerapan pohon keputusan, yang menunjukkan suatu pendekatan pemikiran yang logis. Penerapan pohon keputusan sebaiknya feksibel, tergantung apakah operasi tersebut untuk produksi, pemotongan, penyimpanan, distribusi atau lainnya. Jika suatu bahaya telah teridentifikasi pada suatu tahap dimana diperlukan pengendalian untuk keamanan dan tidak ada tindakan pengendalian pada tahap tersebut atau yang lainnya, maka produk atau proses dimodifikasi pada tahap tersebut atau tahap sebelum atau sesudahnya, untuk memasukkan suatu tindakan pengendalian (SNI, 2011).
Hasil penelitian Inoy Trisnaini (2012) untuk menentukan titik kendali kritis pada proses pengolahan bola-bola daging di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Mohammad Hoesin Palembang, terdapat enam titik kendali kritis yaitu tahap penerimaan daging giling, penyimpanan bahan makanan basah, pengadonan dan pembentukan adonan, perebusan, penirisan, dan tahap penyajian.
8. Penetapan Critical Limit (Prinsip 3)
Critical Limit (CL) adalah suatu kriteria yang memisahkan antara kondisi yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima. Suatu batas kritis adalah nilai maksimum atau minimum yang ditetapkan sebagai parameter biologis, kimia, fisik yang harus dikendalikan pada setiap CCP (Codex, 1997)
Hasil penelitian Inoy Trisnaini (2012) untuk menentukan batas kritis pada proses pengolahan bola-bola daging di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Mohammad Hoesin Palembang, berdasarkan sumber standar-standar baku, literatur, maupun saran dari para pakar antara lain: Kandungan APM Escherichia coli < 3/g dan Salmonella sp negatif/25g makanan, keadaan fisik barang saat penerimaan dalam kondisi baik, pada daging giling berwarna merah segar dan berbau khas daging serta pada bahan makanan kering masih tersimpan dalam kemasan dalam kondisi baik, kandungan nitrat dalam daging yang tidak lebih dari 500 ppm dan nitrit tidak lebih dari 200 ppm, total coliform (APM)/100 ml air ialah 0, perebusan dengan menggunakan air bersuhu > 50 , atau air yang telah mendidih, penanganan yang higienis menggunakan APD sarung tangan, celemek, dan penutup kepala, bahan makanan segar, termasuk daging giling disimpan sementara dalam lemari pendingin dengan suhu 0 - 5 bahan makanan kering disimpan di dalam ruangan atau lemari pendingin dengan suhu 19 - 20 tidak terjadi pencemaran ulang pada makanan akibat kontaminasi silang
9. Penetapan Prosedur Pemantauan Untuk Setiap CCP (Prinsip 4)
Pemantauan adalah pengukuran atau pengawasan yang terjadwal dari suatu CCP dengan batas kritisnya, pemantauan juga didefenisikan sebagai tindakan yang terencana dari pengamatan atau pengukuran dari parameter pengendalian yang dilakukan untuk menilai apakah CCP dibawah kendali (Codex, 1997).
Hasil penelitian Inoy Trisnaini (2012) untuk pemantauan pada proses pengolahan bola-bola daging, tindakan pemantauan terhadap titik kendali kritis dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, pengawasan yang dilakukan oleh subkoordinator penyelenggaraan makanan di instalasi gizi terhadap penggunaan APD. Kedua, pemeriksaan alat masak yang dinilai telah rusak dan tidak layak digunakan lagi. Pemeriksaan dilakukan oleh koordinator di instalasi gizi termasuk oleh kepala instalasi gizi sendiri Ketiga, pemeriksaan kandungan bakteri patogen pada air yang digunakan di instalasi gizi. Pemeriksaan dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang dilakukan secara rutin, oleh Balai Besar Laboratorium Kesehatan Palembang setiap satu bulan sekali. Terakhir, pemeriksaan kandungan bakteri patogen seperti Escherichia coli dan Salmonella pada plato (sampel usap alat).
10. Penetapan Tindakan Koreksi (Prinsip 5)
Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap batas kritis suatu CCP. Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi penyimpangan, sangat tergantung pada tingkat risiko produk pangan. Pada produk pangan berisiko tinggi misalnya, tindakan koreksi dapat berupa penghentian proses produksi sebelum semua penyimpangan dikoreksi/diperbaiki, atau produk ditahan/tidak dipasarkan dan diuji keamanannya. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain menghentikan proses produksi antara lain mengeliminasi produk dan kerja ulang produk, serta tindakan pencegahan seperti memverifikasi setiap perubahan yang telah diterapkan dalam proses dan memastikannya agar tetap efektif.
Hasil penelitian Inoy Trisnaini (2012), beberapa tindakan perbaikan berikut dapat dilakukan untuk menghadapi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada proses pengolahan bola-bola daging: Berbagai produk yang dinilai berkualitas buruk atau rusak dikembalikan pada pemasok , peringatan terhadap penjamah makanan yang tidak menggunakan APD berupa celemek, sarung tangan, dan penutup kepala pada saat mengolah makanan, peningkatan higiene sanitasi dalam proses pengolahan makanan, mengganti alat masak yang tidak layak pakai dengan yang baru, pencucian plato menggunakan air hangat serta menggunakan cairan desinfektan, yaitu klorin untuk plato yang digunakan pasien yang menderita penyakit menular, klorin atau bahan kimia lainnya diberikan apabila pemeriksaan bakteriologis terhadap air menemukan kandungan bakteri patogen dalam air yang digunakan di instalasi gizi; terakhir, penyemprotan insektisida rutin per tiga hari untuk menghindari kontaminasi makanan oleh serangga dan hewan pengerat lain.
11. Verifikasi Program HACCP (Prinsip 6)
Verifikasi adalah metode, prosedur dan uji yang digunakan untuk menentukan bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rencana HACCP yang ditetapkan. Verifikasi juga dilakukan jika ada informasi baru mengenai keamanan pangan atau jika terjadi keracunan makanan oleh produk tersebut. Verifikasi harus dilakukan secara rutin dan tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP yang ditetapkan masih dapat dikendalikan
Beberapa kegiatan verifikasi misalnya: penetapan jadwal inspeksi verifikasi yang tepat, pemeriksaan kembali rencana HACCP, pemeriksaan catatan CCP, pemeriksaan catatan penyimpangan dan disposisi inspeksi visual terhadap kegiatan untuk mengamati jika CCP tidak terkendalikan, pengambilan contoh secara acak. Catatan tertulis mengenai inspeksi verifikasi yang menentukan kesesuaian dengan rencana HACCP, atau penyimpangan dari rencana dan tindakan koreksi yang dilakukan.
Hasil penelitian Inoy Trisnaini (2012) untuk prosedur verifikasi pihak Instalasi Gizi RSUP Dr. Mohammad Hoesin telah menerapkan tindakan verifikasi berupa verifikasi internal bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan Palembang melalui Balai Besar Laboratorium Kesehatan Palembang.
12. Perekaman Data atau Dokumentasi (Prinsip 7)
Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh program HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan dipertahankan selama periode waktu tertentu. Dokumentasi mencakup semua catatan mengenai CCP, CL, rekaman pemantauan CL, tindakan koreksi yang dilakukan terhadap penyimpangan, catatan tentang verifikasi dan sebagainya.
F.
Jasaboga |
Proses Pengolahan Makanan: 1. Penerimaan bahan baku 2. Penyimpanan bahan baku 3. Penyiapan 4. Pengolahan makanan (Pemasakan) 5. Penyimpanan makanan 6. Pengangkutan makanan 7. Penyajian makanan kepada konsumen |
Proses pengolahan Produk dendeng basah |
Prinsip HACCP : Prinsip 1: Melaksanakan Analisa Bahaya Prinsip 2: Menentukan Critical Control Point (CCP) Prinsip 3: Menetapkan Batas Kritis Prinsip 4: Menetapkan Sistem Untuk Memantau Pengendalian Critical Control Point (CCP) Prinsip 5: Menetapkan Tindakan Koreksi Prinsip 6: Menyusun Prosedur Verifikasi Prinsip 7: Menetapkan Prosedur Pencatatan |
Kontaminasi: 1. Fisik (kerikil, debu, kaca, rambut, kuku) 2. Kimia (toksin alami sianida, alergan, pestisida,mikotosin, bahan tambah pangan yang tidak diinginkan, logam) 3. Biologi (bakteri, virus,kapang, protozoa, serangga |
1
CCP Bila Ditemukan Bahaya (fisik,kimia, biologi) |
Gambar 2.4 Kerangka Teori
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif yaitu mengidentifikasi dan memperoleh gambaran untuk menentukan analisis bahaya dan titik kendali kritis proses pengolahan dendeng basah dari awal sampai akhir di jasaboga X Kota Bengkulu.
B. Kerangka Konsep
Kerangka konsep pada penelitian ini terlihat pada gambar 3.1 :
CCP bila ditemukan bahaya : 1. CCP1 2. CCP2 |
Bukan CCP bila tidak ditemukan bahaya |
Prinsip HACCP: Prinsip 1: Melaksanakan analisa bahaya Prinsip 2: Menentukan CCP Prinsip 3: Menetapkan batas kritis Prinsip 4: Menetapkan sistem pemantauan CCP Prinsip 5: Menetapkan tindakan koreksi Prinsip 6: Menyusun prosedur verifikasi Prinsip 7: Menetapkan prosedur pencatatan |
Dendeng Basah |
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
C. Definisi Operasional
Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan oleh peneliti dalam mengukur suatu variabel yang akan digunakan. Untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel tersebut diberi batasan atau "Definisi Operasional", (Notoatmodjo, 2012).
Tabel 3.1 Defenisi Operasional
No |
Variabel penelitian |
Defenisi Oprasional |
Alat Ukur |
Cara Ukur |
Hasil Ukur |
(1) |
(2) |
(3) |
(4) |
(5) |
(6) |
1. |
Analisa potensi bahaya |
Untuk menganalisis bahaya-bahaya apa saja yang mungkin terjadi dalam suatu proses pengolahan sejak awal hingga ketangan konsumen. |
Ceklist |
Observasi |
Teridentifikasi bahaya fisik, kimia, biologi |
2. |
Critical Control Point (CCP) |
Suatu titik/ langkah/ prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai kebatas yang dapat diterima. |
Ceklist |
Observasi |
CCP bila ditemukan bahaya (fisik, kimia, biologi). Bukan CCP bila tidak ditemukan bahaya (fisik, kimia, biologi) |
3. |
Batas kritis |
Suatu kriteria yang harus dipenuhi untuk setiap tindakan yang ditujukan untuk menghilangkan atau mengu- rangi bahaya sampai batas aman. |
Ceklist |
Observasi |
Didapatkan batas kritis |
4. |
Memantau pengendalian Critical Control Point (CCP) |
Tahapan pengamatan atau pengu- kuran batas kritis secara terencana untuk menghasilkan rekaman yang tepat dan ditujukan untuk meyakin kan bahwa batas kritis tersebut mampu mempertahankan keamanan produk. |
Ceklist |
Observasi |
Didapatkan sistem Pemantauan |
5. |
Tindakan koreksi |
Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap batas kritis suatu CCP. Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi penyim- pangan, sangat tergantung pada tingkat risiko produk pangan. |
Ceklist |
Observasi |
Hasil perbaikan |
6. |
Prosedur verifikasi |
Verifikasi adalah metode, prosedur dan uji yang digunakan untuk menentukan bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rencana HACCP yang ditetapkan |
Ceklist |
Observasi |
Hasil verifikasi |
7. |
Prosedur pencatatan |
Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh program HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan dipertahankan selama periode waktu tertentu. |
Ceklist |
Observasi |
Pencatatan, foto |
8. |
HACCP |
Merupakan suatu alat untuk menilai bahaya dan menetapkan sistrem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan dari pada mengandalkan sebagian besar pengujian produkakhir |
Ceklist |
Observasi |
CCP bila ditemukan bahaya (fisik, kimia, biologi). Bukan CCP bila tidak ditemukan bahaya (fisik, kimia, biologi) |
D. Sampel
Obyek penelitian ini adalah proses pengelolaan dendeng basah dari penerimaan bahan baku sampai makanan jadi siap disajikan. sedangkan sampelnya adalah makanan dendeng basah.
E. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan 24 Maret - 24 April 2016.
2. Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan di Jasaboga X Kota Bengkulu
F. Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data
1. Teknik pengumpulan data
a. Data primer
Data primer dikumpulkan meliputi pemantauan komponen bahan makanan yang dibutuhkan untuk membuat makanan dendeng basah, mualai dari proses penerimaan bahan, penyimpanan, penyiapan, pemasakan, pendinginnan, pemanasan kembali, penyimpanan panas makanan, penyajian makanan kepada konsumen .
b. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari laporan tahunan di Dinkes Kota Bengkulu dan Puskesmas Lingkar Barat Kota Bengkulu.
2. Instrument Pengumpulan Data
Instrument pada penelitian ini adalah menggunakan check list.
3. Pengolahan data
Data yang diperoleh diolah melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
a. Editing data
Memastikan bahwa data yang diperoleh benar - benar sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan data bersih yaitu data benar-benar telah terisi semua secara konsisten dan dapat di baca dengan baik, dengan menilai tiap pertanyaan pada kuesioner atau ceklist.
b. Coding data
Setiap pertanyaan pada lembar kuesioner atau ceklist yang telah memenuhi kriteria sampel, dilakukan pengkodean data, koding dilakukan oleh peneliti sendiri.
c. Entry data
Data-data tersebut dimasukkan dalam komputer dengan menggunakan program komputerisasi.
4. Analisis data
Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran setiap variabel dan distribusi frekuensi berbagai variabel yang diteliti. Distribusi frekuensi dapat diketahui deskripsi masing-masing variabel dalam penelitian (Budiarto, 2004).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Jalannya Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Jasaboga X Kota Bengkulu dari tanggal 24 Maret 2016 - 24 April 2016, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada proses pengolahan dendeng basah di jasaboga X Kota Bengkulu. Pelaksanaan penelitian dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan meliputi penetapan judul, survei awal dan pengambilan data yang dilakukan pada awal Februari 2016. Dan kemudian penyusunan proposal pada bulan febuari. Ujian proposal dilakukan pada tanggal 11 maret 2016.
Pada tahap pelaksanaan, peneliti meminta surat izin penelitian dari institusi pendidikan Poltekkes Kemenkes Bengkulu Jurusan Kesehatan Lingkungan pada tanggal 9 April 2016. Setelah mendapatkan surat izin kemudian diserahkan ke Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (KP2T) pada tanggal 24 Maret 2016. Kemudian pada tanggal 28 Maret 2016 diserahkan ke Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BP2T). Pada tanggal 15 april 2016 surat ditujukan ke jasaboga X Kota Bengkulu dan pada tanggal 16-17 April 2016 peneliti melakukan penelitian di jasaboga X Kota Bengkulu untuk mengidentifikasi bahaya dan menentukan CCP pada pengolahan dendeng basah dari penerimaan bahan sampai penyajian ditempat pesta. Pada tanggal 17 April 2016 sampel makanan dendeng dibawa ke Laboratorium Provinsi Bengkulu untuk pemeriksaan Slamonella dan E. Coli
B. Hasil Penelitiaan
1. Analisis Deskripsi Produk dan Diagram Alir pada Proses Pengolahan Dendeng Basah di Jasaboga X Kota Bengkulu
a. Deskripsi Produk
Deskripsi produk dalam peroses pengolahan dendeng basah di jasaboga(catering) anggu kota bengkulu dapat dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1
Deskripsi Produk Dendeng Basah
Kriteria |
Keterangan |
Nama produk |
Dendeng basah |
Kategori proses |
Pemasakkan penuh ( fully cooked) |
Komposisi |
Bahan baku utama: daging, cabai, bawang putih, bawang merah Bahan baku tambahan: garam, gula, penyedap rasa, minyak manis, cuka makanan, daun salam, merica, ketumbar |
Karakteristik produk |
Berbentuk segi empat, dengan ketebalan 1 cm, berwarna coklat merah, rasa khas daging sambal |
Umur simpan |
1 x 24 jam pada suhu -10 didalam frezeer, selama 7 jam dalam suhu ruang |
Kondisi penyimpanan |
Suhu ruang 25 -30 |
Distribusi |
Pendistribusian menggunakan mobil box terbuka |
Penyajian |
Prasmanan |
Konsumen |
Masyarakat umum |
Alat |
Wajan, sendok kayu, baskom, keranjang plastik, sendok stainless steel, box plastik, kompor |
Keterangan:
: Penghancuran Bakteri jika direbus/dimasak : Pertumbuhan Bakteri tidak mungkin terjadi : Kemungkinan penggandaan Bakteri
|
Garam, gula, penyedap rasa, minyak manis, cuka makanan, merica, ketumbar |
Daging |
cabai, bawang putih, bawang merah, daun salam, serai |
Penerimaan bahan baku |
Penyeleksian Pengupasan |
Pencucian |
Pencucian daging |
Penggilingan /diblender |
Penirisan |
Pengungkepan daging |
Pencucian daging Setelah Pengungkepan |
Air |
Garam, gula, penyedap rasa, minyak manis |
Garam, gula, penyedap rasa, cuka makanan, merica, ketumbar |
Garam, gula, penyedap rasa, minyak manis |
Air |
Air |
CCP 1 |
CCP 1 |
CCP 2 |
CCP 1 |
CCP 2 |
Penirisan |
CCP 2 |
Penumisan daging 30 menit |
CCP 2 |
Pemasakan sambal |
Pewadahan |
Pendistribusian |
Penyatuan daging dan sambal |
Penyimpanan daging dan sambal |
Keterangan: 1. CCP 1 = mencegah atau menghilangkan 2. CCP 2 = mengurangi bahaya |
CCP 1 |
Penyajian
|
Gambar 4.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Dendeng Basah
2. Analisis bahaya dan penetapan resiko pada proses pengolahan dendeng basah di jasaboga X Kota Bengkulu.
Analisis bahaya dilakukan dengan dua tahapan yaitu analisis bahaya pada bahan mentah dan analisis pada tahapan peroses. Analisis bahaya pada bahan baku dapat dilihat pada tabel 4.2
Tabel 4.2
Identifikasi Bahaya pada Bahan Mentah
No |
Bahan Mentah |
Jenis Bahaya |
|
|
|||
1. |
Daging |
F : Kotoran yang menempel saat pemotongan dan terdapat beberapa bulu yang menempel didaging B : Mikroba patogen (salmonella dan E. Coli ) |
|
2. |
Cabai |
F : sisa batang yang diujung buah B : B. Cereus K : Pestisida |
|
3. |
Bawang putih |
F : sisa kulit bawang B : B. cereus K : Pestisida |
|
4. |
Bawang merah |
F : sisa kulit bawang B : B. cereus K : Pestisida |
|
5. |
Air |
B : E. Coli K : Fe, Mn |
|
5. |
Garam |
F : batu/krikil |
|
6. |
Gula |
F : krikil |
|
7. |
Penyedap rasa |
Kimia |
|
8. |
Minyak goreng |
- |
|
9. |
Cuka makanan |
Kimia |
|
10. |
Daun salam |
F: tanah/debu |
|
11. |
Merica |
- |
|
12. |
Ketumbar |
- |
|
13. |
Serai |
F: tanah |
|
Keteranagn: B/M: bahaya biologis/ mikroba, F: bahaya fisik , K: bahaya kimia
Berdasarkan tabel 4.2 bahan baku dalam pembuatan dendeng basah terdapat bahaya yang teridentifikasi yaitu fisik, kimia dan biologi/mikroba yang mungkin terkandung didalam bahan baku
Selain analisis bahaya pada bahan baku dilakukan juga penetapan kelompok bahaya dan kategori resiko. Adapun penetapan kelompok bahaya dan kategori resiko pada bahan baku pengolahan dendeng basah dapat dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3
Penetapan Kelompok Bahaya dan Kategori Resiko Bahan Baku
No |
Bahan Baku |
Kelompok Bahaya |
Kategori Resiko |
|||||
A |
B |
C |
D |
E |
F |
|||
1. |
Daging |
- |
+ |
- |
+ |
+ |
- |
III |
2. |
Cabai |
- |
+ |
- |
- |
- |
- |
I |
3. |
Bawang putih |
- |
+ |
- |
- |
- |
- |
I |
4. |
Bawang merah |
- |
+ |
- |
- |
- |
- |
I |
5. |
Air |
- |
+ |
- |
- |
- |
- |
III |
5. |
Garam |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
0 |
6. |
Gula |
- |
+ |
- |
- |
- |
- |
I |
7. |
Penyedap rasa |
- |
+ |
- |
- |
- |
- |
I |
8. |
Minyak goreng |
- |
+ |
- |
- |
- |
- |
I |
9. |
Cuka makanan |
- |
+ |
- |
- |
- |
- |
I |
10. |
Daun salam |
- |
+ |
- |
- |
- |
- |
I |
11. |
Merica |
- |
+ |
- |
- |
- |
- |
I |
12. |
Ketumbar |
- |
+ |
- |
- |
- |
- |
I |
13. |
Serai |
- |
+ |
- |
- |
- |
- |
I |
Keterangan : (+) = memiliki bahaya
(-) = tidak memiliki bahaya
Berdasarkan tabel 4.3 pada bahan baku dendeng basah terdapat kelompok bahaya B, D dan E pada bahan baku daging dan air dengan kategori resiko III.
Analisis bahaya pada tahapan proses dilakukan dengan terlebih dahulu mengidentifikasi bahaya-bahaya yang dapat timbul pada setiap tahapan proses pengolahan dendeng basah secara berurutan. Analisis bahaya tersebut dapat dilihat pada tabel 4.4
Tabel 4.4
Identifikasi Bahaya pada Proses Pengolahan Dendeng Basah
No |
Proses pengolahan |
Jenis Bahaya |
1. |
Penerimaan |
F : Kotoran seperti tanah, krikil, debu. B : E. Coli, Salmonella, B. Cereus K : Pestisida |
2. |
Pencucian |
B : Air yang digunakan, Kontaminasi tangan Penjamah |
3. |
Penirisan |
F : Kotoran dilantai yang becek/basah B : Kontaminasi tangan penjamah |
4. |
Penggilingan cabai,bawang putih dan bawang merah |
B : Kontaminasi tangan penjamah F : Debu, air yang digunakan |
5. |
Pemasakan sambal |
F : Debu, pada saat memasak penjamah pengolah makanan menyapu disekitar tempat masak, rambut karena karyawan tidak menggunakan penutup kepala, sarung tangan dan masker. |
6. |
Pengungkepan daging |
F : Debu, pada saat memasak penjamah pengolah makanan menyapu disekitar tempat masak B: Kontaminasi tangan penjamah |
7. |
Pencucian daging Setelah pengungkepan |
B : Kontaminasi tangan penjamah, F : Sumber air kemungkinan tercemar E. Coli |
8. |
Penirisan daging |
B : Kontaminasi tangan penjamah, F : Kotoran yang ada ditempat penirisan yaitu lantai yang becek dan basah. Wadah tempat penirisan |
9. |
Penumisan daging |
B : Kontaminasi tangan penjamah, debu dan keringat pekerja |
10. |
Penyimpanan |
F : Tempat penyimpanan yang kurang bersih. B : Tidak disimpan dilemari pendingin, kemungkinan bakteri dapat tumbuh |
11. |
Penyatuan daging dan sambal |
B : Kontaminasi tangan penjamah, suhu dan waktu pemasakan tidak cukup. Karyawan tidak menggunakan penutup kepala, sarung tangan dan masker |
12. |
Pewadahan |
F : Debu,wadah yang digunakan tidak dicuci, hanya dilap B : Total kuman alat makan |
13 |
Pendistribusian |
F : Debu karena mobil box terbuka, tempat yang kurang bersih dan lamanya pendistribusian |
14. |
Penyajian |
F : Lingkungan tempat penyajian yang kurang bersih |
Keteranagn: B/M: bahaya biologis/ mikroba, F: bahaya fisik , K: bahaya kimia.
3. Penetapan Critical Control Point (CCP) pada Proses Pengolahan Dendeng Basah di Jasaboga X Kota Bengkulu
Critical Control Point (CCP) adalah suatu titik atau langkah dimana pengendaliannya dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan, atau diturunkan sampai batas yang dapat diterima. Penentuan CCP dalam sistem HACCP dapat dipermudah dengan penerapan pohon keputusan. Penetapan CCP pada bahan baku berdasarkan pohon keputusan dapat dilihat pada tabel 4.5
Tabel 4.5
Penetapan CCP Menurut Pohon Keputusan untuk Bahan Baku
No |
Bahan Baku |
P1 |
P2 |
P3 |
Keterangan |
1 |
Daging |
Ya |
Ya |
Tidak |
CCP |
2 |
Cabai |
Ya |
Ya |
Tidak |
Bukan CCP |
3 |
Bawang putih |
Ya |
Ya |
Tidak |
Bukan CCP |
4 |
Bawang merah |
Ya |
Ya |
Tidak |
Bukan CCP |
5. |
Air |
Ya |
Ya |
Tidak |
CCP |
6. |
Garam |
Ya |
Ya |
Tidak |
Bukan CCP |
7. |
Gula |
Ya |
ya |
Tidak |
Bukan CCP |
8. |
Penyedap rasa |
Ya |
Ya |
Tidak |
Bukan CCP |
9. |
Minyak goreng |
Ya |
Ya |
Tidak |
Bukan CCP |
10. |
Cuka makanan |
Ya |
Ya |
Tidak |
Bukan CCP |
12. |
Daun salam |
Ya |
Ya |
Tidak |
Bukan CCP |
13. |
Merica |
Ya |
Ya |
Tidak |
Bukan CCP |
14. |
Ketumbar |
Ya |
Ya |
Tidak |
Bukan CCP |
15. |
Serai |
Ya |
Ya |
Tidak |
Bukan CCP |
Berdasarkan tabel 4.5 pohon keputusan penetapan CCP untuk bahan baku diatas terdapat 2 CCP bahan baku daging dan air yang digunakan.
Penetapan CCP pada tahapan proses pengolahan dendeng basah berdasarkan pohon keputusan dapat dilihat pada tabel 4.6
Tabel 4.6
Penetapan CCP Menurut Pohon Keputusan
untuk Proses Pengolahan Dendeng Basah
No. |
Tahapan Proses |
P1 |
P2 |
P3 |
P4 |
P5 |
Keterangan |
1. |
Penerimaan |
Ya |
Ya |
Tidak |
Ya |
Tidak |
CCP |
2. |
Pencucian |
Ya |
Ya |
Tidak |
Ya |
Tidak |
CCP |
3. |
Penirisan |
Ya |
Tidak |
- |
- |
- |
Bukan CCP |
4. |
Penggilingan cabai,bawang putih dan bawang merah |
Ya |
Tidak |
- |
- |
- |
Bukan CCP |
5. |
Pemasakan sambal |
Ya |
Ya |
Ya |
- |
- |
CCP |
6. |
Pengungkepan daging |
Ya |
Ya |
Ya |
- |
- |
CCP |
7. |
Pencucian daging setelah diungkep |
Ya |
Ya |
Tidak |
Ya |
Tidak |
CCP |
8. |
Penirisan daging |
Ya |
Tidak |
- |
- |
- |
BukanCCP |
9. |
Penumisan daging |
Ya |
Ya |
Ya |
- |
- |
CCP |
10. |
Penyimpanan |
Ya |
Ya |
Tidak |
Ya |
Tidak |
CCP |
11. |
Penyatuan daging dan Sambal |
Ya |
Ya |
Ya |
- |
- |
CCP |
12. |
Pewadahan |
Ya |
Tidak |
- |
- |
- |
Bukan CCP |
13. |
Pendistribusian |
Ya |
Tidak |
- |
- |
- |
Bukan CCP |
14. |
Penyajian |
Ya |
Tidak |
- |
- |
- |
Bukan CCP |
Keteranagn:
P1 : Apakah terdapat bahaya pada tahap/proses ini?
Ya : P2, Tidak : Bukan CCP
P2 :Apakah ada tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya tersebut? Ya : P3, Tidak : Bukan CCP
P3 : Apakah proses ini dirancang khusus untuk menghilangkanmengurangi bahaya sampai aman ? Ya : CCP, Tidak : P4
P4 : Apakah bahaya bisa meningkat sampai batas tidak aman?
Ya : P5, Tidak : Bukan CCP
P5 : Apahak proses selanjutnya dapat dapat menghilangkan/ mengurangi bahaya? Ya : Bukan CCP, Tidak : CCP
Berdasarkan tabel pohon keputusan untuk penetapan CCP pada proses pengolahan dendeng basah diatas terdapat 8 tahapan proses yang memiliki CCP yaitu pada tahapan proses penerimaan, pencucian , pemasakan sambal, pengungkepan daging, pencucian daging setelah pengungkepan, penumisan daging, penyimpanan dan penyatuan daging dan sambal.
4. Penetapan Batas Kritis pada Proses Pengolahan Dendeng Basah di Jasaboga X Kota Bengkulu
Batas kritis adalah suatu kriteria yang memisahkan antara kondisi yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima. Suatu bats kritis adalah nilai maksimum atau minimum yang ditetapkan sebagai parameter biologis, kimia, fisik yang harus dikendalikan pada setiap CCP. Untuk penetapan batas kritis pada proses pengolahan dendeng basah dapat dilihat pada tabel 4.7
Tabel 4.7
Penetapan Batas Kritis pada Proses Pengolahan Dendeng Basah
No |
Tahapan proses CCP |
Batas Kritis |
1. |
Penerimaan |
Tidak ada kotoran pada bahan, bahan tidak rusak, bahan baku berkualitas baik |
2. |
Pencucian |
Mencuci bahan baku dengan air mengalir, air bersih yang diguanakan tidak tercemar E. Coli |
3. |
Pemasakan sambal |
Suhu 72 30 menit, tidak melakukan aktifitas menyapu saat memasak |
4. |
Pengungkepan daging |
Suhu 100 , selama 60 menit pengungkepan, menggunakan penutup saat pengungkepan, tidak boleh menyapu saat memasak, kondisi higiene pekerja |
5. |
Pencucian daging setelah pengungkepan |
Penggunaan sarung tangan, menggunakan air Masak |
6. |
Penumisan daging |
Suhu 130 , 3 menit pemasaakan, higiene Pekerja |
7. |
Penyimpanan |
Suhu penyimpanan -10 , tempat penyimpanan bersih, wadah penyimpanan bertutup, |
8. |
Penyatuan daging dan Sambal |
Suhu 72 30 menit, kondisi higiene pekerja, kondisi tempat pemasakan bersih |
5. Penetapan Sistem untuk Memantau Pengendalian CCP pada Proses Pengolahan Dendeng Basah di Jasaboga X Kota Bengkulu.
Pemantauan adalah pengawasan yang terjadwal dari suatu CCP dengan batas kritisnya. Pemantauan pengendalian CCP pada proses pengolahan dendeng basah dapat dilihat pada tabel 4.8
Tabel 4.8
Penetapan Pemantauan Pengendalian CCP
pada Proses Pengolahan Dendeng Basah
No |
Tahapan proses CCP |
Prosedur Pemantauan |
|||
What |
How |
When |
Who |
||
1. |
Penerimaan |
Kotoran pada bahan |
Pemeriksaan visual terhadap bahan yang diterima |
Setiap penerimaan |
Personil penerima |
2. |
Pencucian |
Air yang digunakan Kontaminasi tangan pekerja |
Pencucian bahan baku dengan air mengalir,pemeriksa an kualitas air bersih |
Selama Proses pencucian, |
Personil Pencuci an |
3. |
Pemasakan sambal |
Debu |
Monitor suhu dan waktu. menjaga kebersihan lingkungan tempat pemasakan |
Selama pemasakan sambal |
Personil pemasakan |
4. |
Pengungkepan daging |
Suhu dan waktu pengungkepan. Debu. Kontaminasi tangan pekerja |
Monitor suhu dan waktu pengungkep an. Menjaga kebersihan lingkungan tempat pemasakan selama pengungkepan |
Selama pengungkepan daging |
Personil pemasak an daging |
5. |
Pencucian daging setelah pengungkepan |
Air yang digunakan dan kontaminasi tangan penjamah |
Pencucian dengan air bersih yang telah dimasak |
Selama proses pencucian |
Personil Pencucian |
No |
Tahapan Proses Ccp |
What |
How |
When |
Who |
6. |
Penumisan daging |
Suhu dan waktu penumisan. Debu. Kontaminasi tangan pekerja, dan keringat Pekerja |
Monitor suhu dan waktu. Mengamati higiene pekerja, menjaga kebersihan lingkungan tempat memasak |
Selama proses penumisan |
Personil pemasakan daging |
7. |
Penyimpanan |
Penyimpanan Suhu ruang, kondisi lingkungan penyimpanan kurang bersih |
Monitor suhu dan waktu penyimpanan. Memastikan ruangan penyimpanan bersih |
Selama penyimpan an makanan |
Personil penyimpanan makanan |
8. |
Penyatuan daging dan Sambal |
Suhu dan waktu pencampuran Tempat pemasakan yang kurang bersih, kontaminasi tangan penjamah |
Monitor suhu dan waktu. Mengamati higiene pekerja, memastikan ruangan tempat pemasakan bersih. |
Selama proses pemasakan penyatuan daging |
Personil pemasakan |
6. Penetapan Tindakan Koreksi yang Harus Dilakukan jika Terjadi Penyimpangan Setelah Pemantauan.
Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap batas kritis suatu CCP. Tindakan koreksi adalah semua tindakan yang diambil jika hasil pemantauan pada CCP menunjukkan penyimpangan batas kritis (kehilangan kendali) karena jika kendali hilang maka produk menjadi tidak memenuhi syarat. Penetapan Tindakan Koreksi pada Proses Pengolahan Dendeng Basah dapat dilihat pada tabel 4.9
Tabel 4.9
Penetapan Tindakan Koreksi pada Proses Pengolahan Dendeng Basah
No |
Tahapan proses CCP |
Tindakan Koreksi |
1. |
Penerimaan |
Bahan yang berkualitas buruk atau rusak dikembalikan kepada pemasok. Komplain kepada produsen (supplier), |
2. |
Pencucian |
Jika ditemukan kotoran pada bahan dicuci lagi sampai bersih dengan air mengalir. |
3. |
Pemasakan sambal |
Bila suhu dan waktu pemasakan kurang dimasak kembali. Menjaga higiene dan kebersihan lingkungan tempat pemasakan, menggunakan sarung tangan, tutup kepala, dan masker |
4. |
Pengungkepan daging |
Menggunakan penutup saat pengungkepan daging, menjaga kebersihan tempat memasakan, menggunakan, sarung tangan, tutup kepala dan masker. Bila suhu dan waktu kurang dimasak kembali |
5. |
Pencucian daging setelah pengungkepan |
Pencucian dengan air bersih yang telah dimasak, menggunakan sarung tangan dan masker saat pencucian |
6. |
Penumisan daging |
Bila suhu dan waktu pemasakan kurang dan daging belum masak merata maka daging dimasak kembali sampai matang. Menggunakan sarung tanagan, celemek,masker, penutup kepala, menjaga kebersihan lingkungan tempat memasak |
7. |
Penyimpanan |
Melakukan pembersihan ruangan, makanan disimpan dalam frezeer, menggunakan wadah yang bertutup dan ada ventilasinya. |
8. |
Penyatuan daging dan Sambal |
Bila suhu dan waktu pemasakan kurang dan daging belum masak merata maka daging dipanaskan kembali hingga matang, menggunakan sarung tanagan, tutup kepala, masker, celemek |
7. Penetapan Prosedur Verifikasi
Verifikasi adalah aplikasi suatu metode, prosedur, pengujian atau evaluasi lainnya untuk menetapkan kesesuaian suatu pelaksanaan dengan rencana HACCP. Penetapan verifikasi pada pengolahan dendeng basah dapat dilihat pada tabel 4.10
Tabel 4.10
Penetapan Prosedur Verifikasi pada Proses Pengolahan Dendeng Basah
No |
Tahapan proses CCP |
Verifikasi |
1. |
Penerimaan |
Pengecekan penerimaan bahan baku dan persiapan bahan baku |
2. |
Pencucian |
Pengecekan proses pencucian bahan dan kualitas air bersih |
3. |
Pemasakan sambal |
Pengecekan suhu dan waktu pemasakan. |
4. |
Pengungkepan daging |
Pengecekan suhu dan waktu pengungkepan, dan kondisi higiene pekerja |
5. |
Pencucian daging setelah pengungkepan |
Pengecekan proses pencucian dan kualitas air bersih |
6. |
Penumisan daging |
Pengecekan suhu dan waktu pemasakan. |
7. |
Penyimpanan |
Pengecekan kembali suhu penyimpanan, mengecek sanitasi ruangan |
8. |
Penyatuan daging dan Sambal |
Pengecekan suhu dan waktu pemasakan, dan pengecekan kondisi higiene pekerja |
8. Penetapan Prosedur Pencatatan atau Dokumentasi
Dokumen atau rekaman data adalah bukti tertulis bahwa suatu tindakan telah dilakukan. Penetapan prosedur pencatatan atau dokumentasi pada proses pengolahan dendeng basah dapat dilihat pada tabel 4.11
Tabel 4.11
Penetapan Prosedur Pencatatan pada Proses Pengolahan Dendeng Basah
No |
Tahapan proses CCP |
Dokumentasi |
1. |
Penerimaan |
Pendokumentasian kegiatan penerimaan bahan baku |
2. |
Pencucian |
Pendokumentasian pencucian bahan baku |
3. |
Pemasakan sambal |
Pendokumentasian kegiatan pemasakan Sambal |
4. |
Pengungkepan daging |
Pendokumentasian kegiatan pemasakan Sambal |
5. |
Pencucian daging setelah pengungkepan |
Pendokumentasian kegiatan pencucian Daging |
6. |
Penumisan daging |
Pendokumentasian kegiatan pemasakan Daging |
7. |
Penyimpanan |
Pendokumentasian penyimpanan makanan |
8. |
Penyatuan daging dan Sambal |
Pendokumentasian kegiatan penyatuan daging dan sambal |
C. Pembahasan
1. Analisis Deskripsi Produk dan Diagram Alir pada Proses Pengolahan Dendeng Basah di Jasaboga X Kota Bengkulu
a. Deskripsi Produk
Dari hasil penelitian, pada tabel 4.1 diketahui bahwa makanan dendeng basah adalah makanan yang terbuat dari daging sapi, cabai, bawang putih, bawang merah, daun salam dan serai secukupnya, penyedap rasa, garam, sesendok teh gula, merica, ketumbar minyak goreng dan air yang digunakan untuk mengungkep dan mencuci daging. Karakteristik produk berbentuk segi empat, dengan ketebalan 1 cm, berwarna coklat merah, rasa khas daging disambal pedas. Umur simpan dendeng basah antara 1 x 24 jam pada suhu - 10 dalam lemari pendingin, penyimpanan diwadah dengan suhu ruang/suhu kamar 25 - 30 paling mampu bertahan dan tetap dalam kondisi layak konsumsi selama kurang lebih 7 jam.
Didistribusikan menggunakan mobil box terbuka dengan jarak tempuh selama 30 menit ketempat pesta. Dalam bentuk Penyajian prasmanan (buffet) yaitu penyajian terpusat untuk semua jenis makanan dan setiap orang dapat mengambil makanan sesuai dengan kesukaannya. Konsumennya masyarakat umum. Peralatan yang digunakan : kuali, sendok kayu, baskom, keranjang plastik, sendok stenlis, box plastik, kompor.
b. Diagram alir
Dari hasil penelitian pada gambar 4.1 diketahui bahwa pembuatan makanan dendeng basah mempunyai tahapan yaitu:
1) Penerimaan bahan daging, cabai, bawang putih, bawang merah, garam, gula, penyedap rasa, minyak manis, cuka makanan, daun salam, merica, ketumbar, serai
2) Pada proses persiapan pertama yaitu pencucian bahan baku daging, setelah dicuci daging ditiriskan didalam wadah keranjang selama 30 menit. Kedua pencucian bawang putih dan bawang merah, cabai dan rempah-rempah, setelah itu cabai, bawang putih dan bawang merah digiling, lalu digoreng menjadi sambal tambahkan garam, penyedap rasa
3) Setelah daging dicuci bersih dilakukan pengungkepan daging selama 1 jam 30 menit dengan menambahkan air secukupnya, daun salam, serai, garam, cuka, merica dan ketumbar secukupnya. setelah itu daging yang telah di ungkep diangkat dan dicuci dengan air mentah setelah selesai dicuci daging tersebut ditiriskan selama 6 jam.
4) Setelah daging dicuci dan ditiriskan lalu daging ditumis dengan sedikit minyak goreng dan menambahkan penyedap rasa, gula dan garam secukupnya selama 30 menit
5) Setelah daging selesai ditumis, daging dipindahkan kedalam wadah baskom stainless stell dan ditutup dengan koran/tampan, disimpan dalam suhu ruang 25 - 30 selama 14 jam
6) Pencampuran dilakukan pada jam 5 pagi pada proses ini sambal dan daging dicampur menjadi satu. Setelah selesai maka sambal dendeng basah dimasukkan kedalam wadah box
7) Setelah itu dilakukan pendistribusian makanan ketempat konsumen menggunakan mobil bok terbuka
8) Setelah sampai ditempat pesta makanan dibawa keruang penyimpanan, penyajian makanan dengan sistem prasmanan
2. Analisis bahaya dan penetapan resiko pada proses pengolahan dendeng basah di jasaboga X Kota Bengkulu.
a. Analisis bahaya pada bahan baku
Dari hasil penelitian pada tabel 4.2 bahan baku yang digunakan dalam pembuatan makanan dendeng basah dijasaboga X Kota Bengkulu antara lain daging, cabai, bawang putih, bawang merah, garam, gula, penyedap rasa, minyak manis, cuka makanan, daun salam, serai, merica, ketumbar.
Hasil pengamatan pada bahan baku daging sapi ditemukan kotoran yang menempel saat pemotongan dan terdapat beberapa bulu didaging sehingga menyebabkan bahaya fisik. Kemungkinan daging terkontaminasi mikroba patogen seperti salmonella dan E. Coli. Dikarenakan daging sapi sebagai sumber protein hewani memiliki nilai hayati (biological value) yang tinggi, mengandung 19% protein, 5% lemak, 70% air, 3,5% zat-zat non protein dan 2,5 % mineral dan bahan-bahan lainnya sehingga bakteri mudah tumbuh(Ramadhani, 2010). Sehingga pengendalian yang dapat dilakukan dengan pemilihan bahan yang baik, pencucian daging dengan air mengalir hingga bersih sebelum diolah dan dilakukan pemasakan daging sampai mateng sebelum dikonsumsi.
Hasil pengamatan pada bahan baku cabai, bawang putih, bawang merah, daun salam. Pada saat persiapan bahan baku cabai, bawang putih dan bawang merah terdapat berberapa keadaan bahan baku tersebut yang tidak layak atau mendekati busuk, layu sehingga dapat terkandung bahaya biologi seperti bakteri B. cereus, bahaya fisik terdapat beberapa sisa batang cabai, beberapa sisa kulit bawang dan bahan baku tersebut dicuci tidak dengan air mengalir dan hanya sekali cuci. Biasanya bahan baku cabai, bawang putih, bawang merah mengandung pestisida pada saat penyemaian diperkebunan.
Hasil pengamatan bahan baku daun salam, serai dari hasil pengamatan terdapat beberapa bahan yang kotor, ada tanah/debu yang menempel, bahan tersebut dicuci hanya sekali sehingga dapat menimbulkan bahaya fisik. Pengendalian yang dapat dilakukan dengan pemilihan bahan yang baik pada saat pesiapan bahan baku, bahan baku yang tidak layak jangan digunakan, bahan baku bawang putih dan bawang merah dilakukan pengupasan kulit sebelum digunakan, pencucian bahan baku cabai, bawang putih, bawang merah, daun salam, serai dengan air mengalir hingga bersih sebelum diolah. Pada hal kualitas bahan makanan yang baik dapat dilihat melalui ciri fisik dan mutunya yaitu dari bentuk, warna, kesegaran, bau dan lainnya, bahan makanan yang baik terbebas dari kerusakan dan pencemaran termasuk pencemaran oleh bahan kimia seperti pestisida (Kusmayadi, 2008).
Hasil pengamatan untuk bahan garam, gula terdapat beberapa batu /krikil sehingga menimbulkan bahaya fisik karena tempat penyimpanannya kurang bersih dan tidak ditutup rapat. Pengendaliaan yang dilakukan yaitu spesifikasi dan penyortiran bahan. Penyedap rasa, minyak manis yang digunakan minyak goreng drigen yang dibeli pada saat pemasakan, cuka makanan perlu diperhatikan tanggal kadarluarsanya dan tempat penyimpanan yang aman dari sumber kontaminasi. Bahan ketumbar dan merica menggunakan ketumbar dan merica bubuk tidak ada bahaya yang dapat timbul pada bahan tersebut.
Pengangkutan bahan makanan ke tempat Jasaboga diantarkan langsung oleh supplier, untuk bahan makanan kering ketika diangkut dikemas dalam plastik dan dus, sedangkan untuk bahan makanan basah dibungkus dengan menggunakan plastik.
b. Penetapan resiko pada bahan baku
Hasil pengamatan pada Tabel 4.3 Penetapan Kelompok Bahaya dan Kategori Resiko pada bahan baku yang digunakan dalam pembuatan dendeng basah di Jasaboga X Kota Bengkulu termasuk dalam kategori resiko 0 tidak mengandung bahaya A-F, dan kategori resiko III, I mengandung 1 bahaya B - F dengan keterangan kelompok bahaya yaitu kelompok bahaya B makanan yang tersusun atas bahan yang sensitif terhadap potensi bahaya biologi, kimia atau fisik, bahaya D makanan kemungkinan mengalami pencemaran kembali setelah pengolahan dan sebelum pengemasan/penyajian, E makanan kemungkinan mengalami pencemaran kembali atau penanganan yang kurang tepat selama distribusi hingga diterima konsumen.
c. Analisis bahaya pada tahapan proses
Dari hasil penelitian pada tabel 4.4 saat pengamatan proses pembuatan makanan dendeng basah di Jasaboga X Kota Bengkulu hasil analisa bahaya pada proses penerimaan bahan baku, masih terdapat bahan yang dalam keadaan yang kurang baik seperti kotoran debu, krikil yang menempel pada bahan dan beberapa bahan baku yang mendekati busuk, bahaya kimia yaitu pestisida yang mungkin terkandung pada bahan, dan bahaya biologi yang ada pada bahan. Bahan baku daging setelah sampai langsung dicuci. Cara pencegahannya dengan pemilihan/ penyeleksian dan pengupasan bahan.
Pada proses pencucian bahan baku pontesi bahaya biologi yang disebabkan oleh kontaminasi tangan pekarja saat mencuci bahan makanan, serta saat pencucian bahan makanan tidak menggunakan air mengalir dan sumber air bersih yang digunakan kemungkinan mengandung E. Coli. Cara pencegahannya pencucian dengan air mengalir. Pada proses penirisan bahan baku daging setelah pencucian, bahaya yang terkandung adalah bahaya fisik yang dikarenakan lingkungan sekitar tempat peletakan daging yang kurang bersih, daging yang ditiriskan didalam wadah keranjang diletakan dilantai yang becek/ basah sehingga daging dapat terkontaminasi bahaya fisik maupun biologi yang ada disekitar tempat penirisan dan kontaminasi tangan pekerja. Cara pencegahannya menggunakan sarung tangan, menempatkan wadah penirisan yang relatif tinggi dari lantai dan ditempat yang terjaga kebersihannya dan jauh dari aktifitas pekerja.
Pada proses penggilingan cabai, bawang putih dan bawang merah potensi bahaya yang terkandung adalah bahaya fisik yang terdapat beberapa sisa kulit, sisa batang pada bahan baku, debu dan biologi yang disebabkan oleh kontaminasi tangan pekerja dan air yang digunakan. Cara pencegahannya penggunaan sarung tangan, menggunakan air bersih yang telah dimasak.
Pada proses pemasakan sambal potensi bahaya yang terkandung adalah bahaya fisik yang disebabkan oleh prilaku pekerja yang menyapu lantai saat pemasakan sambal sehingga debu yang disapu menempel pada makanan yang dimasak dan tempat pemasakannya yang terlalu rendah. Cara pencegahannya tidak boleh melakukan aktifitas menyapu pada saat proses memasak, sebaiknya tempat pemasakan lebih tinggi dari lantai.
Pada proses pengungkepan daging potensi bahaya yang terkandung adalah bahaya fisik yang disebabkan oleh prilaku pekerja yang menyapu saat pengungkepan daging sehingga debu yang disapu menempel pada makanan yang dimasak dan tempat pemasakannya yang terlalu rendah, saat pengungkepan daging tidak ditutup serta kontaminasi tangan pekerja saat mengolah makanan karena tidan menggunakan peralatan hiegene bagi pekerja. Cara pencegahanya tidak boleh melakukan aktifitas menyapu pada saat proses memasak, menggunakan penutup pada saat pengungkepan dan penggunaan sarung tangan, penutup kepala, celemek dan masker.
Pada proses pencucian daging setelah pengungkepan potensi bahaya yang terkandung adalah bahaya biologi yang disebabkan oleh kontaminasi tangan pekarja yang tidak menggunakan sarung tangan saat mencuci bahan makanan, serta saat pencucian bahan makanan menggunakan air mentah yang mungkin tercemar E. Coli dan pada tahapan ini terjadi kontaminasi ulang dimana daging yang sudah diungkep sampai mateng dicuci kembali. Cara pencegahannya menggunakan sarung tangan dan masker, untuk pencucian yang kedua menggunakan air bersih yang telah dimasak.
Pada proses penirisan bahan baku daging setelah pencucian, bahaya yang terkandung adalah bahaya fisik yang dikarenakan lingkungan sekitar tempat peletakan daging yang kurang bersih, daging yang ditiriskan didalam wadah keranjang diletakan dilantai yang becek/ basah sehingga daging dapat terkontaminasi bahaya fisik maupun biologi yang ada disekitar tempat penirisan dan kontaminasi tangan pekerja, serta wadah yang digunakan untuk meniriskan daging sudah dipakai pada penirisan pertama daging mentah, wadah hanya dibersihkan dengan disiram dengan air. Cara pencegahannya menggunakan sarung tangan, menempatkan wadah penirisan yang relatif tinggi dari lantai dan ditempat yang terjaga kebersihannya dan jauh dari aktifitas pekerja, menggunakan wadah yang bersih dan telah dicuci bersih.
Pada proses penumisan daging potensi bahaya yang terkandung adalah biologi yang disebabkan oleh kontaminasi tangan pekerja saat menuangkan daging kekuali, keringat pekerja pada saat pengadukan. Serta kontaminasi fisik seperti debu yang ada disekitar tempat pemasakan. Cara pencegahannya menggunakan sarung tangan plastik sekali pakai (disposal), penjepit makanan, sendok garpu celemek/apron, tutup rambut, sepatu kedap air, baju kerja (PerMenKes RI No. 1096 /MENKES /PER /VI /2011). Penumisan dengan Suhu 130 selama 3 menit (rusdin rauf, 2013) serta menjaga kebersihan lingkungan tempat pengolahan makanan.
Pada proses penyimpanan potensi bahaya yang terkandung adalah fisik yang disebabkan oleh lingkungan sekitar tempat penyimpanan daging dan sambal yang kurang bersih. Bahaya biologi dikarenakan suhu penyimpanan makanan yang sudah dimasak disimpan pada suhu ruang/suhu kamar selama 14 jam. Sehingga kemungkinan bakteri dapat berkembang/tumbuh pada suhu ruang dalam waktu yang lama saat penyimpanan. Wadah penyimpanan daging dan sambal saat disimpan diletakkan dalam wadah baskom yang ditutup dengan koran/tampan sehingga dapat terkontaminasi, tempat peletakannya terlalu rendah dan orang sering lewat sehingga makanan mudah tercemar. Cara pencegahannya yaitu menjaga sanitasi lingkungan, menurut PerMenKes RI No. 1096 /MENKES /PER /VI /2011 yaitu wadah yang digunakan untuk penyimpanan makanan harus mempunyai tutup yang dapat menutup dengan sempurna dan memiliki ventilasi untuk mengeluarkan udara panas dari makanan untuk mencegah pengembunan (kondensasi). Dan meletakan wadah yang berisi makanan ditempat yang relatif tinggi dari lantai seperti diatas meja dan jauh dari hal yang dapat mengkontaminasi. Suhu penyimpanan makanan 1 x 24 jam pada suhu - 10 dalam lemari pendingin (PerMenKes RI No. 1096 /MENKES /PER /VI /2011).
Pada proses penyatuan daging dan sambal potensi bahaya yang terkandung adalah fisik dan biologi yang disebabkan oleh kontaminasi tangan pekerja saat menuangkan daging, tempat masak yang terlalu rendah, sehingga dapat terkontaminasi oleh debu dari pekerja yang lalu lalang. Pada tahap ini dilakukan penyatuan sambal dan daging, tetapi suhu dan waktu pemasakannya kurang tepat, padahal daging dan sambal telah disimpan pada suhu ruang selama 14 jam penyimpanan, sehingga kemungkinan mikroba/bakteri belum mati. Cara pencegahan tempat pemasakan yang lebih tinggi dari lantai, menggunakan sarung tangan, penutup kepala, masker, dimasak pada suhu dan waktu pemasakan yang tepat hingga matang.
Pada peroses pewadahan makanan dendeng terdapat potensi bahaya fisik yang disebabkan wadah yang digunakan ada debu yang menepel dan wadah hanya di lap dengan kain, sedangkan bahaya biologi yang disebabkan kontaminasi tangan pekerja saat memindahkan daging dari wadah yang satu ketempat lainnya. Cara pencegahan menggunakan wadah yang telah dicuci bersih, menggunakan sarung tangan, sendok saat memindahkan makanan.
Pada proses distribusi makanan ketempat penyajian potensi bahaya yang terkandung adalah bahaya fisik karena mobil box yang digunakan yaitu mobil box terbuka sehingga debu dapat menempel pada wadah makanan, dan kebersihan mobil yang kurang. Pada proses penyajian potensi bahaya yang disebabkan higiene pekerja yang kurang dan kebersihan tempat penyimpanan makanan sebelum dihidangkan yang kurang, dan lama waktu makanan dimakan konsumen. Cara pencegahan menggunakan mobil box tertutup dan kebersihannya terjaga, menjaga hiegene dan sanitasi saat penyajian.
Pada proses produksi makanan dendeng basah menunjukan bahwa hampir setiap tahap proses memberikan resiko terjadinya kontaminasi fisik dan mikrobiologi. Hal ini erat kaitannya dengan sanitasi peralatan, ruangan dan higiene perkerja. Peralatan yang akan digunakan pada setiap kali proses harus diperhatikan kebersihannya, tidak korosif dan letaknya harus berurutan sesuai dengan tahapan proses dan tidak berjauhan. Sanitasi ruangan harus dijaga sehingga mengurangi resiko terjadinya kontaminasi silang dari ruangan tempat berkerja ataupun tempat penyimpanan produk. Higiene pekerja hendaknya diperhatikan dengan melengkapi fasilitas untuk membersihkan diri, seperti ruangan untuk mencuci tangan dan kaki, pakaian pegawai, sepatu, sarung tangan sekali pakai dan penutup kepala dan hidung.
Seorang penjamah makanan diharuskan melakukan pemeriksaan terhadap kesehatannya secara berkala tiap 6 (enam) bulan sekali, hal ini dimaksudkan sebagai upaya pencegahan penyakit dan pencegahan penyebaran penyakit menular serta mengantisipasi adanya carier pada penjamah makanan (Purnawijayanti, 2001). Menurut direktorat surveilan dan penyuluhan keamanan pangan deputi III-BPOM (2003), manusia yang sehat merupakan sumber potensial mikroba-mikroba seperti Staphylococcus Aureus, Salmonella, Clostridium Perfringens dan Streptokoki (Enterokoki) dari kotoran (tinja).
Penjamah makanan dianjurkan untuk memakai penutup kepala untuk mencegah jatuhnya rambut dan kotoran rambut ke dalam makanan serta membantu untuk menyerap keringat pada dahi sehingga menghindari jatuhnya keringat dalam makanan. Pemakaian celemek sangat dianjurkan bagi seorang penjamah makanan. Pakaian, penutup kepala, dan celemek harus dalam keadaan bersih, sering diganti dan dicuci untuk menghindari terjadinya kontaminasi pada makanan. Pakaian yang kotor dapat menjadi tempat untuk bersarangnya kuman penyakit dan menjadi media penularan penyakit (Purnawijayanti, 2001)
3. Penetapan Critical Control Point (CCP), Batas Kritis, Pemantauan, Tindakan Koreksi, Verifikasi dan Dokumentasi pada Proses Pengolahan Dendeng Basah di Jasaboga X Kota Bengkulu
Critical Control Point (CCP) adalah suatu langkah dimana pengendalian dapat dilakukan dan mutlak diterapkan untuk mencegah atau meniadakan bahaya keamanan pangan, atau menguranginya sampai pada tingkat yang bisa diterima. Berdasarkan tabel 4.5 penetapan CCP pohon keputusan untuk proses pengolahan dendeng basah didapatkan 8 tahapan proses yang memiliki CCP yaitu Penerimaan, Pencucian, Penggorengan sambal, Pengungkepan daging, Pencucian daging, Penumisan daging, Penyimpanan, Pencampuran daging dan sambal. Rencana HACCP terlampir pada tabel
a. Tahapan proses penerimaan bahan
Pada tahap ini potensi bahaya yang terkandung adalah bahaya fisik masih terdapat bahan dalam keadaan yang kurang baik seperti kotoran debu, krikil yang menempel pada bahan, bahaya kimia yaitu pestisida yang mungkin terkandung pada bahan dan bahaya biologi beberapa bahan baku yang mendekati busuk. Batas kritis tidak ada kotoran pada bahan, tidak ada bahan yang rusak sewaktu diterima, bahan baku berkualitas baik. Pemantauan yang dapat ditempuh yaitu berupa pemeriksaan visual terhadap bahan yang diterima, pada setiap penerimaan oleh personil penerimaan. Tindakan koreksi yang dapat ditempuh seperti bahan yang dinilai berkualitas buruk atau rusak dikembalikan kepada pemasok, dan komplain kepada pemasok/produsen. Verifikasi yang dapat dilakukan yaitu pengecekan penerimaan bahan baku dan persiapan bahan baku. Dokumentasi yaitu pendokumentasian kegiatan penerimaan bahan makanan.
Penelitian ini sama dengan penelitian Inoy Trisnaini (2012), Analisis Bahaya Titik Kendali Kritis Proses Pengolahan Bola-Bola Daging di Instalasi Gizi Rumah Sakit dimana proses penerimaan merupakan CCP.
b. Tahapan proses Pencucian.
Pada tahapan ini potensi bahaya yang terkandung adalah bahaya biologi yang disebabkan oleh kontaminasi tangan pekarja saat mencuci bahan makanan, serta saat pencucian bahan makanan tidak menggunakan air mengalir dan sumber air bersih yang digunakan kemungkinan tercemar E. Coli.
Batas kritis mencuci dengan air mengalir, air bersih yang digunakan tidak tercemar E. Coli. Pemantauan yang dapat ditempuh yaitu berupa pencucian bahan dengan air mengalir, pemeriksaan kualitas air bersih selama proses pencucian oleh personil pencucian. Tindakan koreksi yang dapat ditempuh yaitu jika ditemukan kotoran pada bahan dicuci lagi sampai bersih dengan air mengalir. Verifikasi yang dapat dilakukan yaitu pengecekan proses pencucian bahan dan kualitas air bersih. Dokumentasi yaitu pendokumentasian kegiatan pencucian bahan makanan.
c. Tahapan proses Pemasakan sambal
Pada tahapan ini potensi bahaya yang terkandung adalah bahaya fisik yang disebabkan oleh prilaku pekerja yang menyapu lantai saat pemasakan sambal sehingga debu yang disapu menempel pada makanan yang dimasak dan tempat pemasakannya yang terlalu rendah.
Batas kritis tidak boleh menyapu pada saat proses memasak dan suhu 72 selama 15 menit pemasakan. Pemantauan yang dapat ditempuh yaitu monitor suhu dasn waktu pemasakan dan menjaga kebersihan lingkungan tempat pemasakan selama pemasakan oleh personil pemasakan sambal. Tindakan koreksi yang dapat ditempuh yaitu menjaga kebersihan lingkungan tempat memasak, menjaga higiene, menggunakan sarung tangan, tutup kepala dan masker. Bila suhu dan waktu pemasakan kurang dimasak kembali. Verifikasi yang dapat dilakukan yaitu pengecekan suhu dan waktu pemasakan. Dokumentasi yaitu pendokumentasian kegiatan pemasakan sambal.
d. Tahapan proses pengungkepan daging
Pada tahapan ini potensi bahaya yang terkandung adalah bahaya fisik yang disebabkan oleh prilaku pekerja yang menyapu saat pengungkepan daging sehingga debu yang disapu menempel pada makanan yang dimasak dan tempat pemasakannya yang terlalu rendah, saat pengungkepan daging tidak ditutup dan bahaya biologi kontaminasi tangan pekerja saat mengolah makanan karena tidak menggunakan peralatan hiegene bagi pekerja. Daging diungkep selama 1 jam 30 menit dan sesekali diaduk agar daging masak merata, dalam proses pengungkepan daging ini termasuk CCP karena bahaya dapat dihilangkan.
Batas kritis suhu 100 selama 60 menit pengungkepan, menggunakan penutup saat pengungkepan. Pemantauan yang dapat ditempuh yaitu monitor suhu dasn waktu pengungkepan dan menjaga kebersihan lingkungan tempat pemasakan selama pengungkepan oleh personil pengungkepan daging. Tindakan koreksi yang dapat ditempuh yaitu menggunakan penutup saat pengungkepan daging, menjaga kebersihan lingkungan tempat memasak, menjaga higiene, menggunakan sarung tangan, tutup kepala dan masker. Bila suhu dan waktu pengungkepan kurang dimasak kembali. Verifikasi yang dapat dilakukan yaitu pengecekan suhu dan waktu pengungkepan, pengecekan hiegene pekerja. Dokumentasi yaitu pendokumentasian kegiatan pemasakan sambal.
e. Tahapan proses pencucian daging setelah pengungkepan
Pada tahapan ini potensi bahaya yang terkandung adalah bahaya biologi yang disebabkan oleh kontaminasi tangan pekarja yang tidak menggunakan sarung tangan saat mencuci bahan makanan, serta saat pencucian bahan makanan menggunakan air mentah yang mungkin tercemar E. Coli dan pada tahapan ini terjadi kontaminasi ulang dimana daging yang sudah diungkep sampai mateng dicuci kembali
Batas kritsi penggunaan sarung tangan dan masker, air bersih yang digunakan yaitu air masak dan tidak ada kandungan E. Coli. Pemantauan yang dapat ditempuh yaitu berupa pencucian bahan dengan air bersih yang telah dimasak selama proses pencucian oleh personil pencucian. Tindakan koreksi yang dapat ditempuh yaitu mencuci bahan makanan daging setelah diungkep dengan air bersih yang sudah dimasak, menggunakan sarung tangan dan masker saat pencucian. Verifikasi yang dapat dilakukan yaitu pengecekan proses pencucian bahan makanan dan kualitas air bersih. Dokumentasi yaitu pendokumentasian kegiatan pencucian bahan makanan.
f. Tahapan proses Penumisan daging
Pada tahapan ini potensi bahaya yang terkandung adalah bahaya fisik seperti debu yang ada disekitar tempat pemasakan dan biologi yang disebabkan oleh kontaminasi tangan pekerja saat menuangkan daging kekuali, keringat pekerja pada saat pengadukan. Daging ditumis dengan sedikit minyak goreng selama 30 menit dan diaduk agar daging masak merata, pada proses penumisan ini termasuk CCP karena bahaya dapat dihilangkan.
Batas kritis menggunakan perlengkapan pelindung diri untu menjaga hiegiene, Suhu 130 selama 3 menit pemasakan. Pemantauan yang dapat ditempuh yaitu monitor suhu dan waktu penumisan, mengamati hiegiene pekerja, selama proses penumisan oleh personil pemasakan daging. Tindakan koreksi yang dapat ditempuh yaitu bila suhu dan waktu pemasakan kurang dan daging belum masak merata makan daging dimasak kembali hingga matang, menggunakan sarung tangan plastik sekali pakai (disposal), celemek/apron, tutup rambut, masker. Verifikasi yang dapat dilakukan yaitu pengecekan suhu dan waktu pemasakan. Dokumentasi yaitu pendokumentasian kegiatan penumisan daging.
g. Tahapan proses Penyimpanan
Pada tahapan ini potensi bahaya yang terkandung adalah bahaya fisik yang disebabkan oleh lingkungan sekitar tempat penyimpanan daging dan sambal yang kurang bersih dan Bahaya biologi dikarenakan suhu penyimpanan makanan yang sudah dimasak disimpan pada suhu ruang/suhu kamar selama 14 jam. Sehingga kemungkinan bakteri dapat berkembang/tumbuh pada suhu ruang dalam waktu yang lama saat penyimpanan. Wadah penyimpanan daging dan sambal saat disimpan diletakkan dalam wadah baskom yang ditutup dengan koran/tampan sehingga dapat terkontaminasi, tempat peletakannya terlalu rendah dan orang sering lewat sehingga makanan mudah tercemar.
Batas kritis lingkungan tempat penyimpanan bersih, wadah penyimpanan tertutup dan memiliki ventilasi, suhu penyimpanan -10 . Pemantauan yang dapat ditempuh yaitu monitor suhu dan waktu penyimpanan, memastikan ruang penyimpanan bersih, memastikan menggunakan wadah penyimpanan yang bertutup, selama penyimpanan oleh personil penyimpanan. Tindakan koreksi tempat penyimpanan makanan dibersihkan, menggunakan wadah yang menutup sempurna dsan ada ventilasinya, makanan dalam 1 x 24 jam sebaiknya dimasukkan kedalam frezeer dengan suhu -10 . Verifikasi yang dapat dilakukan yaitu pengecekan suhu dan waktu penyimpanan serta kondisi tempat penyimpanan. Dokumentasi yaitu pendokumentasian kegiatan penyimpanan makanan.
Penelitian ini sama dengan penelitian Inoy Trisnaini (2012), Analisis Bahaya Titik Kendali Kritis Proses Pengolahan Bola-Bola Daging di Instalasi Gizi Rumah Sakit dimana proses penyimpanan merupakan CCP.
h. Tahapan proses Penyatuan daging dan sambal
Pada tahapan ini potensi bahaya yang terkandung adalah bahaya fisik karena tempat masak yang terlalu rendah, sehingga dapat terkontaminasi oleh debu dari pekerja yang lalu lalang dan bahaya biologi yang disebabkan oleh kontaminasi tangan pekerja saat menuangkan daging. Pada tahap ini dilakukan penyatuan sambal dan daging, tetapi suhu dan waktu pemasakannya kurang tepat, padahal daging dan sambal telah disimpan pada suhu ruang selama 14 jam penyimpanan, sehingga kemungkinan mikroba/bakteri belum mati.
Batas kritis tempat penyatuan daging dan sambal bersih, menggunakan alat pelindung diri, suhu pemasakan 72 selama 30 menit. Pemantauan yang dapat ditempuh yaitu monitor suhu dan waktu pemasakan, memastikan ruang tempat penyatuan daging dan sambal dalam kondisi bersih, memastikan kondisi higiene pekerja, selama proses pemasakan penyatuan daging dan sambal oleh personil pemasakan. Tindakan koreksi yang dapat ditempuh yaitu bila suhu dan waktu pemasakan kurang dan daging belum masak merata maka daging dipanaskan kembali hingga matang, menggunakan sarung tangan plastik sekali pakai (disposal), celemek/apron, tutup rambut, masker. Verifikasi yang dapat dilakukan yaitu pengecekan suhu dan waktu pemasakan. Dokumentasi yaitu pendokumentasian kegiatan pemasakan penyatuan daging dan sambal.
Dari hasil pemeriksaan sampel daging dendeng yang telah masak terdapat bahaya biologi yaitu positif mengandung E. Coli sedangkan salmonella negatif. Kontaminasi E. Coli terjadi pada makanan daging dendeng pada pencucian daging setelah pengungkepan yang menggunakan air mentah dalam pencuciannya atau kemungkinan air yang digunakan untuk mencuci daging sudah terkontaminasi dengan patogen. Kemungkinan pada saat penumisan daging suhu dan waktu penumisan yang kurang tepat sehingga kuman patogen belum mati. Pada saat penyimpanan makanan yang sudah masak pada suhu kamar selama 14 jam yang memungkinkan bakteri dapat berkembang.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Dendeng Basah Di Jasaboga X Kota Bengkulu terdiri dari Daging, cabai, bawang putih, bawang merah, garam, gula, penyedap rasa, minyak manis, cuka makanan, daun salam, serai, merica, ketumbar, dengan 14 tahapan proses dalam diagram alir.
2. Analisa bahaya pada bahan baku terdapat tiga bahaya yaitu bahaya fisik, kimia dan biologi dengan kategori resiko 0 tidak mengandung bahaya dan kategori resiko III dan I mengandung kelompok bahaya B-F, sedangkan dalam tahapan proses pengolahan dendeng basah terdapat bahaya fisik dan biologi pada setiap tahapan proses.
3. Delapan tahapan proses yang memiliki CCP yaitu penerimaan, pencucian, penggorengan sambal, pengungkepan daging, pencucian daging, penumisan daging, penyimpanan, penyatuan daging dan sambal.
4. Batas kritis untuk tahapan penerimaan tidak ada bahan yang kotor/rusak, tahapan pencucian mencuci dengan air mengalir dan tidak mengandung E. Coli , tahapan penggorengan sambal tidak boleh menyapu dan suhu pemasakan 72 selama 15 menit, tahapan pengungkepan daging suhu 100 selama 60 menit,menggunakan penutup, tahapan pencucian daging menggunakan air masak, tahapan penumisan daging suhu pemasakan 130 selama 3 menit, tahapan penyimpanan wadah penyimpanan makanan mempunyai penutup dan ada lubang ventilasi, suhu penyimpanan -10 , tahapan penyatuan daging dan sambal suhu pemasakan 72 selama 15 menit.
5. Pemantauan berupan pemeriksaan visual terhadap bahan yang diterima, pemeriksaan kualitas air bersih, monitor suhu dan waktu pemasakan, pencucian bahan dengan air bersih yang telah dimasak, monitor suhu dan waktu penyimpanan
6. Tindakan koreksi yang dapat ditempuh bahan yang berkualitas buruk dikembalikan kepada pemasok, mencuci dengan air mengalir, menjaga higiene dan kebersihan lingkungan tempat memasak, menggunakan sarung tangan, penutup kepala, masker, menggunakan penutup saat pengungkepan daging, bila suhu dan waktu pemasakan kurang maka daging dimasak kembali hingga matang, menggunakan wadah yang menutup sempurna dan ada lubang ventilasi, suhu penyimpanan -10
7. Verifikasi yang dapat ditempuh yaitu pengecekan penerimaan bahan baku, proses pencucian, pengecekan suhu dan waktu pemasakan, pengecekan suhu dan waktu serta kondisi penyimpananan
8. Pendokumentasian kegiatan penerimaan bahan makanan, pencucian, pemasakan sambal, pengungkepan daging, penumisan daging, kegiatan penyimpanan makanan, pemasakan penyatuan daging dan sambal
B. Saran
1. Bagi tempat Jasaboga (catering)
Diharapkan hasil penelitian ini bisa menjadi salah satu informasi untuk perbaikkan pada proses pengolahan dendeng basah dijasaboga Catering Anggun Kota Bengkulu yaitu:
a. Pada saat proses pencucian daging setelah diungkep, diharapkan daging dicuci menggunakan air bersih yang sudah dimasak
b. Sebaiknya pada saat penyimpanan daging yang sudah dimasak, daging disimpan di frezeer
c. Sebaiknya setiap penjamah makanan melakukan cek kesehatan secara berkala.
2. Bagi akademik
Penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan bacaan untuk memperdalam pengetahuan tentang HACCP khususnya pada proses pengolahan dendeng basah.
3. Bagi peneliti lainnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan menjadi salah satu acuan tambahan sebagai dasar untuk penelitian yang serupa.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin, Fakhmi, Arif Rahman, Lely Riawati. 2015. Desain Sistem Keamanan Pangan Hazard Analisis And Critical Control Point (HACCP) Pada Proses Produksi Gula PG. Kebon Agung, Malang. Jurnal Rekayasa Dan Manajemen Sistem Industri Vol. 2 No. 6 Teknik Industri. Universitas Brawijaya. Malang.
Andonie, Rigel. 2012. Kajian Pelaksanaan Keamanan Makanan Berdasarkan HACCP di MV. Samudra 02 Milik PT. Karya Jaya Samudra. Tesis, Universitas Indonesia. Depok.
Arianti, Serlin. 2013. Analisis Identifikasi Bahaya Dalam Proses Pembuatan Makanan Enteral Dengan HACCP di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu . Karya Tulis Ilmiah. Poltekkes Kemenkes Bengkulu. Bengkulu.
Badan Pengawasan Obat Makanan 2004. Materi Pelatihan Penyuluhan Keamanan Pangan. Buku II. Surabaya: BBPOM.
Badan Standarisasi Nasional (BSN), (1998). Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) Serta Pedoman Penerapannya. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-4852-1998. Jakarta
, 2011. Rekomendasi Kode Praktis - Prinsip Umum Higiene Pangan. SNI CAC/RCP1:2011. Jakarta.
Betty dan Yendri. 2007. Cemaran Mikroba Terhadap Telur Dan Daging Ayam. Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat, Padang.
Budiarto, Eko. 2004. Metode Penelitian. Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Kumpulan Modul Kursus hygiene Sanitasi Makanan Dan Minuman. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia Ditjen P2PL
Djaafar, T.F. dan S. Rahayu. 2007. Cemaran Mikroba Pada Produk Pertanian, Penyakit Yang Ditimbulkan Dan Pencegahannya. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 26(2): 67−75
Djaja, I.M. 2005. Kontaminasi E.Coli Pada Makanan Dari Tiga Jenis Tempat\Pengelolaan Makanan (Tpm) Di Jakarta Selatan. Jurnal Makara Kesehatan Vol. 12. Hal: 36-41. Jakarta
Habibie. 2010. Penerapan HACCP dalam upaya meningkatkan keamanan pangan dalam httip://habibiezone. Wordpress.com
Hariyadi, Purwiyatno. 2008. Isu Terkini Terkait dengan Keamanan Pangan. Makalah dalam Pra-Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi IX, 9 Juni 2008
Inoy Trisnaini, 2012. Analisis Bahaya Titik Kendali Kritis Proses Pengolahan Bola-Bola Daging di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Mohammad Hoesin Palembang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 3. Palembang
Koswara, Sutrisno. 2009. HACCP Dan Penerapannya Pada Produk Bakeri. eBookPangan.com. Universitas Muhammadiyah Semarang. Dari http : / / tekpan. unimus. ac. Id / wp-content / uploads / 2013 / 07 / HACCP - Dan - Penerapannya - Dalam Industri - Bakery. Pdf . Diunduh tanggal 29 januari 2016.
Kadek Widiastuti. 2015. Menyambut Hari Kesehatan Sedunia 2015 "Pilih dan Konsumsi Pangan yang Aman dan Sehat". Jakarta:Artikel HKS 2015. Diunduh dari http//:ArtikelHKS2015.Pdf tanggal 19 Januari 2016
Kusmayadi, ayi dan dadang sukandar. 2008.cara memilih dan mengolah makanan untuk pebaikan gizi masyarakat. Dari http://database.deptan.go.id tanggal 29 febuari 2016
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096 /MENKES /PER /VI /2011 Tentang Higiene Sanitasi Jasaboga. Jakarta
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 722/MENKES/PER/X/88 Tentang Bahan Tambahan Makanan. Jakarta
Pramesti, Novianingdyah, Nasir Widha Setyanto, Rahmi Yuniarti. 2013. Analisis Persyaratan Dasar Dan Konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Dengan Rekomendasi PerancanganUlang Tata Letak Fasilitas (Studi Kasus: Kud Dau Malang). Universitas Brawijaya: Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik . Malang
Purnawijayanti, HA. 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengelolaan Makanan. Yogyakarta: Kanisius
Ratih Dewanti Hariyadi. 2007. Penyusunan Rencana HACCP Untuk Industri Jasa Boga. Diunduh dari http//:HACCPJASABOGA.pdf tanggal 20 januari 2016.
Rauf, Rusdin. 2013. Sanitasi pangan & HACCP. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sutrisno, Arfiansyah, Abdul Basith, Nur Hadi Wijaya. 2013. Analisis Strategi Penerapan Sistem Manajemen Keamanan Pangan HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points) di PT. Sierad Produce Tbk. Parung. Jurnal Manajemen dan Organisasi Vol IV, No 2, Agustus 2013. Dari http://www.manajemen.fem.ipb.ac.id/images/uploads/Volume_IV_No_2_Agustus_2013_1.pdf . Diunduh tanggal 17 febuari 2016 pukul 19.30
Setyantini, Ririn. 2011. Konsep Pengendalian Mutu Dan Hazard Analisis And Critical Control Point (HACCP) Nata De Cassava Di Home Industri Inti Cassava, Bantul, Yogyakarta. Laporan Tugas Akhir (KTI). Universitas Sebelas Maret surakarta. Yogyakarta. Dari Httpcore. Ac. Ukdownload files 47812348983. Pdf. Diunduh 13 januari 2016 pukul 20.00.
The European Commission (ALA funds) dan Codex. 2005. Buku pelatihan penerapan metode HACCP
Tjahja dan Darwin Kadarisman. (2006). Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor: IPB Press.
Thaheer, Hermawan. (2005). Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points). Jakarta: PT. Bumi Aksara
World Health Organization (WHO). 2006. Penyakit Bawaan Makanan Fokus Pendidikan Kesehatan. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran :EGC.
Weliansyah, Allfajri. 2015. Analisis Hygiene Dan Sanitasi Jasa Boga Di Kota Bengkulu Tahun 2015. Karya Tulis Ilmiah. Poltekkes Kemenkes Bengkulu. Bengkulu
Yuniarti, Rahmi, Wifqi Azlia, Ratih Ardia Sari. 2015. Penerapan Sistem Hazard Analisis And Critical Control Point Pada Proses Pembuatan Kripik Tempe. Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 14, No. 1, Juni 2015. Dari Http://Yuniarti, dkk. / Penerapan Sistem Hazard Analysis Critical .…./JITI, 14 (1), Jun 2015, pp. 86-95. Diunduh 15 januari 2016 pukul 20.30
Zulfana, Iffa, Sudarmaji. 2008. Hazard Analysis And Critical Control Point (HACCP) Pada Pengelolaan Makanan Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Islam Lumajang. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.4, No.2, Januari 2008: 57 - 68. Dari Http : // Download. Portalgaruda. Org/Article. Php? Article=18171&Val=1132. Diunduh tanggaol 29 januari 2016 pukul 19.30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar